Cintai Lingkungan, Jangan Cemari Sungai Banyuke Landak Oleh Limbah PETI

JPPOS.ID | LANDAK – Saat ini fenomena kerusakan lingkungan alam selama pendemic Covid-19 ini hampir terjadi di seluruh sektor, salah satunya yang menonjol selama wabah covid-19 yakni di sektor pertambangan. dengan definisi pertambangan adalah industri yang mempunyai resiko kerusakan lingkungan yang tinggi sehingga kategori pertambangan ini mendapatkan perhatian khusus oleh masyarakat.

Sampai saat ini salah satu yang masih menjadi pekerjaan rumah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dan pihak pihak terkait di dalamnya ialah Maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Kabupaten Landak, perlu kita ketahui istilah PETI ini semula di pergunakan hanya untuk pertambangan emas tanpa izin, tetapi seiring berjalanya waktu permasalahan PETI tidak hanya pada komoditi bahan galian emas. Tetapi juga diterapkan pada pertambangan emas tanpa izin untuk bahan galian lain baik golongan A, B dan C.

Munculnya kegiatan PETI ini di masyarakat sulit terelakan apalagi mengingat kondisi wabah covid-19 saat ini yang menyerang perekonomian, seperti halnya yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di daerah Menyuke dan Banyuke Hulu kabupaten landak kalimantan barat. Selama wabah covid-19 ini mewabah hampir semua masyarakatnya beralih jenjang ke pekerjaan PETI atau yang sering kita sebut Domfeng.

PETI atau Domfeng inilah yang mengakibatkan air sunggai Banyuke yang selama ini di pergunakan oleh masyarakat untuk mandi dan kebutuhan lainya menjadi keruh, berubah warna serta tercemar oleh zat kimia berbahaya dengan jenis Merkuri (Raksa). Kenyataan pahit ini sudah diterima masyarakat di pesisir sunggai banyuke dalam beberapa tahun belakangan, terutama di wilayah Desa Darit pusatnya kecamatan menyuke. masyarakat yang terdampak mengeluh dan mengharapkan tindak lanjut dari aparat yang bersangkutan.

Sebenarnya kondisi kerusakan lingkungan oleh PETI ini sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu di kecamatan menyuke dan banyuke hulu, tetapi pada waktu itu sempat ada penertiban pada tahun 2018, sehingga dari penertiban tersebut sempat membuat air sunggai menyuke menjadi rupa awal. Tetapi beberapa tahun ini mulai marak lagi, ‘ya kemungkinan semenjak harga karet menurun drastis di level terendahnya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga mereka sehingga mereka pun beralih berkerja PETI.

Dari perjalanan kecamatan menyuke menuju banyuke hulu terdapat beberapa titik lokasi atau tempat tertentu yang bisa terdengar jelas gudukan mesin domfeng dari jalan raya, biasanya kegiatan PETI tersebut mereka lakukan di tebing sunggai banyuke dan lahan lahan pertanian seprti sawah dan lain lain, kegiatan mereka berkerja domfeng dimulai dari pagi hingga sore hari.

Oleh sebab itu faktor lingkungan hidup ini tetap menjadi masalah krusial yang perlu mendapat pengawasan intensif dari pihak terkait, karena dengan kegiatan PETI yang nyaris tanpa pengawasan, dapat di bayangkan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Terlebih para pelaku PETI praktis tidak mengerti sama sekali tentang pentingnya pengelolaan lingkungan.

Untuk itu kita sebagi manusia harus memikirkan generasi penerus kita, terutama anak dan cucu yang akan menjaga kelestarian lingkungan di sekitar kita, kalau kenyataanya lingkungan kita sudah rusak, maka faktor bencana lah yang akan menghampiri mereka untuk kedepanya. (Nopi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *