Raja Sekala Brak Kepaksian Belunguh M. Yanuar Firmansyah gelar Suttan Junjungan Sakti, ANGKAT BICARA TEKAIT MASKOT KPU BANDAR LAMPUNG.

JPPOS Id. Bandar lampung.Pelecehan adat Lampung yang dilakukan oleh KPU Kota Bandar Lampung dianggap melampaui batas, hal tersebut disampaikan oleh Raja Sekala Brak Kepaksian Belunguh M. Yanuar Firmansyah gelar Suttan Junjungan Sakti Yang dipertuan Sekala Brak Ke 27 Kepaksian Belunguh.

Simbol adat itu merupakan cerminan dari segala bentuk kebiasaan masyarakat Lampung yang tentunya memiliki nilai-nilai keberadaban yang tinggi, orang beradat tentunya orang beradab, artinya orang yang memegang teguh adat bukan lah segerombolan orang biadab, karena orang beradat itu memiliki moralitas yang tinggi yang saling menghormati, menyayangi dan memiliki harga diri yang sering kita sebut Fiil Pesenggikhi, ujar Pun Yanuar

Tentu sangat aneh ketika KPU Bandar Lampung tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat Lampung, seharusnya KPU sebagai refresentasi daripada negara memahami betul teori local wisdom, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, bukannya justru atas nama lembaga, melaksanakan kegiatan hura-hura yang dipertontonkan di depan publik namun justru menghina simbol-simbol adat Lampung.

Monyet itu merupakan salah satu hewan yang bersifat egois, sadis, angkuh, sombong, dan memiliki rasa iri yang tinggi serta mahir menyembunyikan, merencanakan tindakan yang licik, dan serakah kok bisa di jadikan maskot oleh KPU, ini menjadi pertanyaan apakah sifat monyet itu menjadi simbol dari lembaga dalam hal ini KPU Kota Bandar Lampung, tambah tokoh adat dari Sekala Brak tersebut.

Dari permasalahan tersebut, pun Yanuar sebagai seorang tokoh adat menyimpulkan Dua hal yang memang harus menjadi langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena ini menggunakan simbol-simbol adat maka yang disinggung adalah seluruh masyarakat adat Lampung, jadi ini harus diselesaikan secara adat, yang kedua proses hukum tetap harus berjalan, sehingga kedepan tidak terulang lagi kejadian-kejadian serupa, yakni melecehkan dan membuat stigma merendahkan adat Lampung, adat ini milik kita bersama, dan ini harus kita jaga bersama sebagai bentuk cinta kita terhadap tanah Lampung dan nilai-nilai moralitas yang terkandung didalamnya, jangan sampai bertingkah seperti Kera tutupnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *