Jppos.id, Lampung Selatan – Eksekusi yang dilakukan oleh PTPN 1 Regional 7 Lampung Selatan di Desa Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, mencuatkan luka bagi warga yang terdampak. Disinyalir, eksekusi dilakukan di tempat yang salah, memicu dugaan tindakan sewenang-wenang. Kepala Desa (Kades) Natar, M. Arif, dalam wawancara pada Minggu malam, 5 Januari 2025, mengungkapkan kegundahannya atas peristiwa yang menimpa warganya.
“Saya tidak tahu harus berkata apa. Rumah-rumah warga yang dieksekusi itu secara administrasi berada di wilayah Desa Natar, bukan Sidosari,” tutur M. Arif dengan nada pilu.
Ia menjelaskan bahwa arsip resmi Desa Natar, termasuk peta yang ditandatangani dan distempel oleh kepala desa dari wilayah perbatasan—bahkan termasuk Kades Sidosari—secara jelas menunjukkan bahwa lokasi eksekusi berada di Desa Natar.
Dalam Surat Pemberitahuan Eksekusi Nomor 2236/PAN.W9.U4/HK.02/XII/2024 yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, disebutkan bahwa objek eksekusi seharusnya berada di Desa Sidosari. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Rumah-rumah yang dihuni warga Desa Natar menjadi sasaran.
M. Arif kemudian menunjukkan peta Desa Natar kepada media. “Ini peta Desa Natar. Lihat, di sini ada tanda tangan dan cap stempel dari kepala desa tetangga, seperti Kades Muara Putih, Desa Sidosari, dan Desa Pemanggilan. Apa yang terjadi ini jelas keliru,” tegasnya.
Sebagai pemimpin desa, M. Arif merasa bertanggung jawab untuk membela hak warganya. Ia meminta agar pihak terkait segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Baginya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan batas wilayah melalui pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Saya memohon kepada Bapak Presiden, Gubernur Lampung, dan Bupati Lampung Selatan untuk segera turun tangan. Datanglah ke desa kami, lihat dengan mata kepala sendiri. Jangan biarkan rakyat kecil menjadi korban ketidakadilan. Ukur ulang tapal batas bersama BPN agar semua jelas dan tuntas,” katanya penuh harap.
Tragedi ini, menurut M. Arif, adalah potret buram koordinasi yang lemah antara pihak-pihak terkait. Eksekusi yang keliru bukan hanya merampas hak warga, tetapi juga merenggut rasa keadilan yang seharusnya dilindungi.
“Warga saya kehilangan rumah, kehilangan tanah, dan lebih dari itu, kehilangan kepercayaan. Saya hanya berharap agar kebenaran ditegakkan dan keadilan kembali berpihak kepada yang benar,” tutupnya dengan mata berkaca-kaca.
Pewarta: Spyn