Warga Minta DJKN dan Pemerintah Daerah serta Tim Verifikasi Aset Segera Kembalikan Tanah Waris Karunia 1954

JPPOS.ID | SINTANG – Masalah pertanahan di tanah air hingga kini masih menjadi pergolakan yang tak kunjung tuntas. Termasuk pula yang terjadi di Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Sepauk, Desa Tanjung Ria. Lahan seluas 975 M² dinyatakan milik ex Tionghoa dan TNI seluas 198,8 M² sekaligus dikuasai oleh negara. Demikian ungkap Seorang Tokoh Masyarakat setempat inisial Sur, Minggu (13/9/2020).

Itu aset melayu sepauk. Anehnya di klaim exs tionghoa,” jelasnya.

Sur lebih lanjut mengatakan bahwa masalah hak puak melayu setempat ini sebenarnya setelah keluar keputusan PMK.06_2020 yang menyatakan bahwa lahan tersebut dimiliki pihak lain. Sementara berdasarkan riwayat kepemilikan yang lebih lama menunjukan bahwa di lahan tersebut para ahli waris memiliki Surat Karunia tahun 1954.

Tim yang mendata aset-aset negara mengabaikan legalitas atau surat yang dikeluarkan swapraja tahun. Ini kan keterlaluan,” katanya lagi.

Dijelaskan pula olehnya, Ade M Djohan seolah tidak dianggap, bahkan sama sekali diabaikan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 sesuai rujukan soal surat Tanah Karunia Swapraja. Pertimbangan diberikannya hak tersebut kepada ahli waris antara lain, pemilik tanah tersebut merupakan bagain adat yang disitu pula terdapat area makam Aji Melayu, pendiri kerajaan Sintang pertama.

Dalam aturan pertanahan yang merujuk pada UUPA tahun 1960 ini, nilai historis haruslah diperhatikan oleh tim penilai aset. Sementara historis terkait tanah yang kini di akui pihak lain (ex Tionghoa) ini pada dasarnya memiliki sejarah manakala saat penjajahan belanda dan beralih keasa swapraja, diperintahkan untuk semua aset kerajaan diserahkan kepada ahli waris yang ada.

Dalam surat itu tegas, ahli waris atas nama Abang Agoes (almarhum) selaku personil pasukan merah putih. Bahkan keturunan langsung pangeran laksamana satu Sepauk. Gelar penobatan raja muda Sepauk anak dari sultan Sintang ke 22 sultan ratu Akhmad Qomarudin. Abang Agoes sendiri merupakan generasi ke 4,” ungkapnya.

Selaku waris, ia menegaskan agar dasar ekpemiliakn yang sah secara administrasi terkait lahan yang di klaim milik ex Tionghoa yakni Soerat Koernia No 4/Swp/1954 Pemerintah Swapraja Sintang. Ditandatangani pula di Sintang 3 Maret 1954, dengan dibubuhi pula ejaan lama lainnya yakni “Ketoea Madjlis Swapradja Sintang A.M. Djohan dengan luas tanah 1,812M² yang terletak di tanjung Sepauk” demikian tulis surat tersebut.

Lebih lanjut tertulis pula sejarahnya bahwa 1983 telah ditanam pohon kapas atau kapok (kaboe) yang ditanam oleh alm Abang Agoes bersama Hasan Latin saat juru tulis wedana Sepauk dan Abang Agoes telefonis Sepauk dengan batas timur yakni sungai Kapuas Barat, Sungai Sepauk selatan, tepekong Vina oetara (utara) tanjung Kapuas dan Sepauk.

Selain itu kami juga punya bukti tahun 1998 di perkuat kembali oleh kepala desa Tanjung Ria dengan surat kepemilikan tanah beserta ahli waris setelah Abang Agoes meninggal 20 februari 2008. Kepala desanya Liu Khin Tung, bahkan disertai saksi,” ungkapnya.

Selaku pihak waris, Ia berharap dan demi keadilan pihaknya mendesak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Pemda setempat maupun tim verifikasi aset untuk segera mengembalikan status tanah tersebut, dalam hal ini ahli waris selaku pemilik yang sah. Bahkan, jika dirunut lebih mendalam bahwa tanah tersebut sebenarnya dapat dikategorikan Tanah Adat milik masyarakat, khususnya milik pangeran Sepauk.

Logikanya disitu ada makam moyang kami. Bagaimana mungkin tanah tersebut bukan milik kami. Beginilah kalau saat penentuan status kepemilikan tanah, para ahli waris dan pemilik tanah tidak pernah diundang atau dikirimi surat. Makanya kita jelas sangat keberatan,” pungkasnya. (Top/Ty)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *