JPPOS.ID || Depok —Moch. Ansori SH. senada dengan sejumlah Pakar/Para ahli banyak memberikan definisi delik, di antaranya Prof. Simons, yang
mengartikan delik sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan
dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum.
Beda lagi kalo kita baca Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), delik diartikan sebagai
perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang atau diartikan juga sebagai suatu tindak pidana.
- Bahwa Dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen mengatur Larangan Bagi Pelaku Usaha untuk tidak Mencantumkan
dalam Perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan: 1) Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
- Bahwa Selanjutnya oleh undang-undang UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen,Pelaku usaha yang melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999.
Telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum sebagaimana Pasal 62 yang menyatakan “(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
Maka pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 disebut sebagai
Delik Perlindungan Konsumen yang dapat dilaporkan ke SPKT Kepolisian berdasarkan
Pasal 61 UUPK yang menyatakan “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku
usaha dan/atau pengurusnya.
Jadi Tidak diragukan lagi “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya, dapat dilaporkan Ke SPKT Kepolisian Dengan dugaan Tindak Pidana Perlindungan Konsumen Pasal 62 Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sehingga Kepastian Hukum dapat Terwujud Bagi Masyarakat / Konsumen di Indonesia. Pungkasnya.
Sumber Ikatan LPKSM Indonesia. Moch. Ansori, S.H.
pewarta:wrd