jppos.id, Jakarta – Direktur PT Amosys Indonesia, Kawiro Susilo, melalui tim kuasa hukumnya dari kantor hukum Syamsudin & Partner, mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan ini diajukan untuk menguji keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Kesehatan terkait peredaran produk skincare.
Perkara ini bermula dari dugaan laporan yang dibuat oleh mantan karyawan PT Amosys, Budi Susilo, ke Bareskrim Polri. Dalam laporan tersebut, Kawiro diduga mengedarkan produk skincare tanpa izin edar dari BPOM.
Menurut kuasa hukum Kawiro, PT Amosys sejak 2017 telah bekerja sama dengan perusahaan asal Filipina, RDL, dalam mendistribusikan 15 produk skincare yang telah didaftarkan ke BPOM. Saat proses pendaftaran berlangsung, Budi Susilo masih bekerja di perusahaan tersebut dan turut terlibat dalam pengurusan izin edar.
“Masalah mulai muncul ketika Budi keluar dari perusahaan pada 2018 dan diduga mengklaim memiliki izin resmi atas nama perusahaannya sendiri. Selanjutnya, diduga ia mengajukan pembatalan terhadap 13 dari 15 produk Amosys ke BPOM menggunakan email dan tanda tangan yang tidak sah,” ujar kuasa hukum Kawiro saat memberi keterangan, Senin (5/5).
Lanjut kuasa hukum Kawiro, bahwa pembatalan izin edar terhadap 13 produk tersebut dilakukan atas permintaan yang dikirimkan melalui email dengan identitas Budi Susilo. Bahkan, ditemukan indikasi pemalsuan tanda tangan Direktur PT Amosys dalam dokumen permohonan tersebut.
Setelah pihak Amosys mengajukan keberatan kepada BPOM, pada pertengahan 2019 BPOM kembali menerbitkan izin edar untuk 13 produk yang sebelumnya dibatalkan.
“Ini menunjukkan bahwa produk kami telah legal dan tidak seharusnya dijadikan dasar penetapan tersangka,” tambah kuasa hukum.
Selain itu, mereka mempertanyakan dasar hukum penetapan tersangka mengingat Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 yang dijadikan dasar dakwaan telah digantikan oleh UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Tim hukum menekankan pentingnya asas legalitas dalam proses penyidikan.
Dalam sidang perdana yang digelar hari ini, pihak pengadilan baru melakukan pemeriksaan awal, termasuk legal standing para pihak. Namun, pihak termohon dari kepolisian belum hadir dalam persidangan.
“Kami berharap proses hukum ini berjalan objektif. Yang kami uji bukan hanya status tersangka, tapi juga prosedur dan penerapan hukum yang digunakan oleh penyidik,” tutup perwakilan kuasa hukum.
Sidang praperadilan dijadwalkan akan dilanjutkan pada Selasa, 14 Mei 2025.








