Jppos.id, Lampung Timur — Dunia pendidikan kembali tercoreng Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN 1) di Kecamatan Pasir Sakti Lampung Timur Provinsi Lampung, melalui Komite Sekolah diduga melakukan Pungutan dengan modus sumbangan kepada seluruh wali murid yang anaknya ada di sekolah tersebut.
Hal ini terungkap pada kamis 29 Agustus 2024, dalam acara “Pertemuan Orang Tua Siswa Dengan Pengurus Komite” terdapat banyak wali murid mengeluhkan dengan adanya pungutan sumbangan untuk penunjang kebutuhan sekolah berupa sarana dan prasarana dengan nominal sebesar Rp. 2.485.000,-/tahun.
Kegiatan yang digagas oleh komite sekolah ini pun, dihadiri oleh Ormas dan tampak beberapa jurnalis dari berbagai media, streaming, cetak dan online, kehadiran para pegiat kontrol sosial pada acara pertemuan ini, tak lepas dari pengaduan atau informasi dari wali murid sekolah setempat yang menyampaikan terkait adanya dugaan pungutan yang dibungkus dengan kemasan berjudul “Sumbangan” dilingkungan SMAN 1 Pasir Sakti.
Dalam pantauan media, setelah, I ketut Tantra, S.Pd., MM, selaku Ketua Komite memberikan sambutan dan menjabarkan biaya yang dibutuhkan untuk membangun gedung BK dan gedung Osis juga beberapa program sekolah, disimpulkan oleh komite sekolah bahwa untuk merealisasikan kebutuhan pembangunan dan untuk mendukung program sekolah, wali murid kelas XII dikenakan sumbangan sebesar Rp. 2.485.000,-/tahun.
Berdasarkan keterangan dari beberapa wali murid yang hadir, dengan adanya kebijakan komite, mereka merasa keberatan dengan adanya biaya pembangunan dan program sekolah yang memberatkan para wali murid.
“Yaa,, kami merasa keberatan, ini adalah pungutan bukan sumbangan partisipasi, kalau sumbangan tidak ditentukan jumlahnya. Kalau mau mengadakan sumbangan, pihak komite menyediakan kotak kosong dan amplop kosong, nanti para wali murid yang mau menyumbang, mengisi sesuai dengan kemampuannya. Bayangkan saja jumlah murid di SMA ini sebanyak 1050 murid dikalikan 2.485.000 jumlahnya 2,4 M lebih, belum lagi Dana BOS 1,5 juta dikalikan 1050 murid, jumlahnya melampaui 1,5 M, bila ditotal jumlah pungutan ditambah Dana BOS mencapai 4 M lebih,” ujar wali murid yang enggan namanya dipublikasikan.
“Yaa,, Om, tadi khan, Om denger sendiri, ketika ada wali murid yang tanya, apakah bisa kurang dari 2.485.000, jawaban dari komite, tidak bisa kurang, berarti khan, kami diwajibkan membayar apa yang sudah ditetapkan Komite tanpa boleh kurang,” tambah wali murid lainnya sembari tersenyum pahit.
“Kami merasa terbebani, jumlahnya pun, tidak bisa kurang dari yang ditetapkan oleh komite, kalau meminta partisipasi atau sumbangan dari wali murid, jangan ditetapkan jumlahnya, sumbangan itu sifatnya ikhlas tanpa ditetapkan nominalnya,” kata seorang ibu dengan wajah memelas.
Kepada awak media, pihak Komite mengatakan bahwa tidak ada paksaan untuk membayar, besarnya nominal pembayaran ini atas kesepakatan wali murid dan komite, “menurut kami, bila sudah ada kesepakatan, itu bukan pungutan”.
Sopyanto, yang kerap disapa dengan panggilan Bung Fyan, Ketua Dewan Pengurus Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Lampung Timur yang menyempatkan diri hadir pada acara pertemuan ini, atas informasi atau pengaduan dari wali murid, sangat menyayangkan adanya kejadian yang menurutnya menciderai dunia pendidikan, bahkan sampai terjadi perdebatan antara komite dengan wali murid yang tidak setuju dengan adanya pungutan dengan cara yang dapat membuat malu para wali murid yang tidak setuju.
“Bukankah sudah jelas, menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah, Pasal 1 ayat 5, mengatakan bahwa, sumbangan pendidikan, yang selanjutnya disebut dengan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan,” beber Bung Fyan.
“Pada, Pasal 10 ayat 2, menegaskan bahwa, Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Bahkan tak kalah tegas, dalam Pasal 12 huruf (b) menjelaskan bahwa, Komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid,” ungkap Sopyanto.
Dalam pendapatnya Sopyanto, “meskipun istilah yang digunakan adalah dana sumbangan, namun jika dalam penggalangan uang tersebut, ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua atau walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan”.
Senada dengan Bung Fyan, dilansir dari www.kemendikbud.go.id, yang berjudul “Ini Bedanya Sumbangan, Bantuan, dan Pungutan Pendidikan”, Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, menegaskan, Permendikbud tentang Komite Sekolah, tidak untuk membebani orang tua/wali yang tidak mampu.
“Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua, karena sifatnya suka rela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa,” tegas Chatarina. (Tim)
Pewarta: Hamsyah