Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Santri dan Sivitas Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

JPPOS.ID,BALI_ Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Penetapan Hari Santri Nasional adalah bentuk pengakuan pemerintah atas peran besar para ulama dan para santri dalam memperjuangkan, membela dan mempertahankan NKRI. Tanggal 22 Oktober 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Santri Nasional adalah tonggak sejarah yang monumental, di mana para ulama dan santri meneguhkan komitmen kebangsaan melalui Resolusi Jihad yang mewajibkan setiap muslim mempertahankan NKRI dari serangan penjajah.

“Penetapan Hari Santri patut disyukuri, sebagai rujukan bagi segenap anak bangsa untuk meneladani semangat nasionalisme dan komitmen kebangsaan para ulama dan santri. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, cara terbaik mewujudkan rasa syukur adalah dengan memberikan kontribusi terbaik bagi terwujudnya cita-cita nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan tema ”Dari Santri untuk Negeri; Kontribusi Santri dalam Menjawab Tantangan Kemajuan Zaman” bersama sivitas Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, secara virtual dari Bali, Selasa (27/10/20).

Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, berdasarkan data Kementerian Agama, hingga tahun 2020, jumlah pesantren di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 28.194 pesantren dengan 5 juta santri mukim. Jika dihitung secara keseluruhan, termasuk santri non-mukim serta santri pada taman-taman pendidikan Al-Qur’an dan madrasah, maka jumlah total santri se-Indonesia mencapai sekitar 18 juta orang, dengan jumlah tenaga pengajar sekitar 1,5 juta orang.

“Melihat statistik di atas, jumlah santri di Indonesia cukup signifikan, apalagi mayoritas berada di usia produktif. Saat ini kita sedang menjejakkan kaki pada periode awal bonus demografi, di mana kelompok usia produktif mempunyai peran sentral dan signifikan dalam pembangunan nasional,” papar Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, dalam bidang akademis, hingga saat ini masih ada stigma di tengah masyarakat, yang memposisikan santri sebagai simbolisasi kultur akademis yang tradisional dan ketinggalan zaman. Tetapi bila dilihat faktanya, tidaklah demikian. Karena ada juga santri yang berhasil menorehkan prestasi pada berbagai ajang perlombaan sains internasional.

“Ini setidaknya membuktikan tiga hal. Pertama, bahwa keterbatasan dukungan sarana dan prasarana pendidikan di sebagian besar pondok pesantren, tidak menjadi penghalang untuk melahirkan santri beprestasi. Kedua, bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren juga mempunyai daya saing global. Ketiga, meskipun sistem pendidikan di pesantren mengedepankan aspek keagamaan, namun tetap diimbangi dengan aspek-aspek akademis umum lainnya termasuk sains,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, pada sektor perekonomian, banyak lulusan santri yang berhasil di bidang kewirausahaan dan menjadi bagian dari penopang perekonomian nasional. Pemerintah juga terus berupaya menguatkan literasi keuangan di kalangan generasi muda, termasuk para santri. Santriwan dan Santriwati telah menjadi bagian dari kelompok prioritas pada strategi nasional keuangan inklusif.

“Program pemerintah One Pesantren One Product adalah wujud keberpihakan untuk mendorong kemandirian umat melalui para santri, pondok pesantren dan masyarakat sekitar,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, potensi sumber daya santri sebagai aset pembangunan dapat dirujuk pada kualitas sumber daya santri. Kehidupan di pondok pesantren mendekatkan santri pada aspek religiusitas, di mana pendidikan etika dan moralitas menjadi bagian dari kehidupan keseharian santri. Selama mengikuti pendidikan di pondok pesantren, para santri pun belajar banyak tentang kemandirian, kegotong-royongan, dan kepedulian sosial.

“Selama bertahun tahun mengikuti pendidikan di lingkungan pondok pesantren, para santri senantiasa ditempa menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter kuat. Inilah kata kunci dalam pembangunan sumberdaya manusia untuk mewujudkan Indonesia Maju, bahwa yang kita butuhkan adalah sumber daya manusia yang berkarakter kuat sehingga mampu menjawab tantangan zaman,” pungkas Bamsoet. (EFFENDI/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *