JPPOS.ID | PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan RI terkait Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2020. Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut diterima Gubernur Kalimantan Barat, H. Sutarmidji, S.H., M.Hum, dari Anggota VI BPK RI dalam Rapat Paripurna di DPRD Provinsi Kalbar, Jumat (21//5/2021).
Pemerintah Provinsi Kalbar telah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 8 kali. LKPD Tahun Anggaran 2018 sempat mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Usai Rapat Paripurna, Anggota VI BPK RI DR. Harry Azhar Azis, M.A. mengatakan, untuk LKPD Tahun Anggaran 2020, BPK RI sepakat memberikan opini WTP kepada Pemerintah Provinsi Kalbar lantaran dinilai telah berhasil mencapai tiga indikator kemakmuran. Namun demikian, BPK RI meminta agar Pemprov Kalbar tidak hanya meningkatkan opini akuntabilitas saja, namun juga indikator kemampuan.
“Kalimantan barat di bawah pimpinan Pak Gubernur dan DPRD telah mencapai tiga indikator kemakmuran, yaitu kemiskinannya lebih baik dari rata rata nasional, penganggurannya lebih baik dan juga gini rasionya. Tugas ke depannya adalah bagaimana meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia seperti yang disampaikan oleh Pak Gubernur,” ujar dia.
Di kesempatan yang sama, H. Sutarmidji mengatakan, selaku Gubernur selalu mempedomani penyusunan anggaran dengan apa yang disarankan. Dia mengaku selalu sependapat dengan apa yang disampaikan BPK RI.
“Opini WTP itu sebetulnya adalah capaian minimum yang harus kita capai dalam tata kelola keuangan. Tapi bagaimana membuat uang itu manfaatnya tinggi untuk kesejahteraan masyarakat, ini yang lebih penting,” tutur H. Sutarmidji.
Dikatakannya bahwa pelaksanaan belanja pemerintah harus bertujuan pada kesejahteraan masyarakat. Dia mengatakan, ketiga aspek yakni gini ratio, kemiskinan, dan pengangguran sudah bisa ditekan. Namun dalam aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Gubernur merasa masih berat.
“Beratnya itu pada data. Maka dari itu, kita sekarang konsolidasi data. Pertumbuhan ekonomi bagus, kemudian hal yang lain juga bagus. Kok ini jadi masalah? Nah yang saya lihat ini adalah data,” tegas H. Sutarmidji.
Menurut dia, data yang lemah ada di kabupaten-kabupaten. IPM Kalimantan Barat adalah akumulasi agregat dari IPM kabupaten/kota. Dia yakin apabila data yang ada di kabupaten/kota sudah benar, maka IPM tidak akan terpuruk di peringkat bawah Nasional.
“Konsolidasi data ini ada timnya. Data ini penting. Seperti kemarin, selalu PDRB Kalimantan Barat berada di peringkat empat. Tapi setelah saya minta datanya diperbaiki, kita berada di peringkat dua setelah Kaltim. Saya ingin ke depannya berada di peringkat satu,” pintanya tegas.
Apa yang diraih Pemprov Kalbar saat ini, tambah H. Sutarmidji, merupakan pencapaian tata kelola yang fokus dalam perbaikan data. Dia mengatakan bahwa data 2,4 juta ton CPO yang diekspor Kalbar dengan ditambah Bauksit sebanyak 26 juta ton bisa mengalahkan Kalimantan Timur yang hanya bergantung pada Batu Bara.
“Buktinya sekarang pertumbuhan ekonomi quartal pertama se-Kalimantan kita yang terbaik. Kita hanya minus 0,1, sementara yang lainnya minus 3,9 minus 2,9, minus 1,9. Karena konsolidasi datanya benar,” ujar dia.
Lebih lanjut dia mengatakan sekecil apapun APBD Provinsi Kalbar digunakan untuk item-item kesejahteraan rakyat. Sejak awal menjabat, H. Sutarmidji bertekad untuk membebaskan biaya pendidikan sekolah negeri dan juga memperbaiki meubelair dan prasarana sekolah.
“Kita buat tambahan sekolah, tambahan SMA dan SMK. Tamatan SMK harus bersertifikasi, lalu kita bangun gedung sertifikasi seperti itu rangkainnya,” papar dia.
Mengenai salah transfer sebesar Rp1,6 Miliar, kesalahan transfer ini seharusnya hak Rumah Sakit Dr. Soedarso, akan tetapi ditransfer oleh Bank Kalbar ke Rumah Sakit Sultan Sy. Abdurrahman Kota Pontianak.
“Sekarang masalahnya Rumah Sakit Kota pada waktu itu (2016) belum berstatus BLUD, tapi masuk dalam pendapatan pemerintah. Itu tidak gampang mengembalikannya, harus lewat DPRD-nya dulu. Karena kita (Pemprov Kalbar) sebagai pemegang saham mayoritas hanya bisa memberikan keringanan berupa sanksi denda. Salah transfer harus dikembalikan lewat prosedur, selesai antarpemerintah lebih mudah,” terang Gubernur Kalbar.
Disinggung masalah aset yang selalu menjadi catatan di setiap pemeriksaan LKPD Pemerintah Provinsi Kalbar, diakui H. Sutarmidji sebagai sebuah kelemahan. Penataan aset yang selalu mengedepankan ‘perasaan’, mengakibatkan catatan permasalahan aset selalu berulang di setiap Laporan Hasil Pemeriksaan. Permasalahan aset rumah jabatan, kata dia, harus segera ditata sesuai aturan.
Beberapa rumah jabatan masih ditempati oleh pensiunan yang berharap rumah tersebut bisa didum. Padahal syarat didum adalah harus berstatus PNS dan yang menempati sekarang sudah bukan PNS lagi.
“Nah, mereka ini kan sudah bukan PNS. Jadi tidak bisa. Dan tidak pernah kalau rumah golongan dua ini bisa didum. Itu rumah jabatan, harus diubah dulu ke golongan tiga. Saya kan menjalankan sesuai aturan, karena aturannya tidak boleh, maka kita mengikuti aturan,” tutup Gubernur.
Sumber : Adpim Prov Kalbar
Publish : Fb Jurnal Polisi Kalbar