JPPOS.ID,JAKARTA II- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi kiprah Universitas Sumatera Utara (USU), yang menurut pemeringkatan Webometrics pada tahun 2020 berhasil meraih posisi 8 universitas terbaik di Indonesia. Sebuah capaian luar biasa, mengingat pada tahun 2018 USU menduduki peringkat ke-33, dan pada tahun 2019 peringkat ke-18. Progress yang konsisten ini menunjukkan bahwa USU melangkah ke arah dan jalur yang tepat.
“Berbagai prestasi yang telah dicapai, tidak boleh membuat USU berpuas diri. Ke depan masih banyak kesempatan untuk menorehkan prestasi dan mewujudkan visi USU sebagai perguruan tinggi yang memiliki keunggulan akademik sebagai barometer kemajuan ilmu pengetahuan yang mampu bersaing dalam tataran dunia global,” ujar Bamsoet saat mengisi kuliah umum Pascasarjana di USU, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (28/9/20).
Turut serta antara lain Rektor USU Prof. Dr. Runtung Sitepu, Direktur Sekolah Pascasarjana USU Prof. Dr. Robert Sibarani, dan pakar ekonomi Prof. Dr. John Hutagaol.
Ketua DPR RI ke-20 ini mengungkapkan, berbeda dengan mahasiswa S-1 (tingkat sarjana), ada tuntutan yang lebih besar kepada para mahasiswa pascasarjana. Mahasiswa pascasarjana harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan analitis, serta memecahkan persoalan (problem solving). Dengan berbagai kemampuan tersebut, diharapkan para mahasiswa pascasarjana sebagai sumberdaya dan aset bangsa dapat memberikan kontribusi optimal dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang semakin kompleks dan dinamis seiring laju pertumbuhan zaman.
“Saat ini kita sedang dihadapkan pada era disrupsi, di mana kemajuan teknologi telah mengubah tatanan konvensional yang sebelumnya kita asumsikan sebagai sebuah ‘kemapanan’ dan menghadirkan tatanan baru yang mengoreksi makna kemapanan tersebut. Dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan seluruh sektor kehidupan lainnya dituntut berubah menyesuaikan diri dengan standar kemapanan yang baru tersebut,” ungkap Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, implementasi tatanan kehidupan baru tersebut menjelma dalam beragam fenomena, namun dengan karakteristik yang sama, yaitu pemanfaatan kemajuan teknologi untuk mendapatkan nilai kemanfaatan yang optimal. Sebagai contoh, pemanfaatan teknologi informasi di sektor perdagangan (e-commerce) menjadi sangat menjanjikan karena mempunyai pangsa pasar yang sangat luas dan nyaris tanpa batas.
“Hal ini didorong hadirnya era internet. Berdasarkan riset yang dipublikasikan pada Februari 2020, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 64 persen. Artinya, dari total penduduk Indonesia yang saat ini diperkirakan berjumlah 272,1 juta jiwa, sekitar 175,4 juta jiwa di antaranya menggunakan akses internet,” tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menjelaskan, era disrupsi tidak hanya menghadirkan modernitas, namun juga menyisakan beragam tantangan dan berbagai persoalan. Misalnya tergesernya peran sumber daya manusia oleh teknologi robotik, tantangan pemerataan literasi teknologi, potensi penyalahgunaan kemajuan teknologi, dan menonjolnya individualisme dalam sistem sosial. Dalam kaitan ini, mahasiswa pascasarjana dengan kemampuan dan potensi diri yang dimiliki harus mampu memposisikan diri sebagai subjek, dan bukan objek dari perkembangan zaman.
“Selain menghadapi era disrupsi, mahasiswa pascasarjana juga dihadapkan pada tantangan besar yaitu pandemi covid-19. Sebagai bagian dari kalangan terpelajar, mahasiswa pascasarjana dapat mengoptimalkan peran strategisnya dalam penanganan pandemi dan dampaknya. Tidak saja dalam mendorong lahirnya inovasi-inovasi, seperti pembuatan peralatan medis yang murah dan efektif. Tetapi, juga melalui berbagai program yang diselenggarakan dalam rangka meringankan beban bagi masyarakat terdampak pandemi. Termasuk mendidik masyarakat mengenai pentingnya menerapkan protokol kesehatan, yang dapat dilakukan melalui berbagai platform, misalnya media sosial,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, salah satu elemen penting membentuk SDM unggul adalah kemampuan menghadapi persaingan global. Cukup disayangkan bahwa menurut laporan Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) tahun 2019 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), Indonesia turun peringkat ke posisi 50. Padahal, tahun 2018 posisi Indonesia berada di posisi 45.
“Padahal dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, anggaran untuk pendidikan guna melahirkan SDM unggul, telah dialokasikan sebesar 20 persen dari total APBN, namun hasilnya masih belum memuaskan. Menyiratkan bahwa persoalan sesungguhnya tidak semata terletak pada dukungan anggaran. Dalam kaitan ini, peran yang diharapkan dari para mahasiswa pascasarjana adalah memberikan masukan, pandangan dan sumbangan pemikiran bagi peningkatan kualitas pengajar, penyempurnaan sistem pendidikan, serta pembenahan lembaga pendidikan,” pungkas Bamsoet. (Effendi)