JPPOS.ID || JAKARTA – Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN-PPWI) layangkan surat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Kapolri) Cq. Kepala Badan Resese Kriminal (Kabareskrim) pada Minggu (17/10/2021).
Surat nomor 001/ DPN-PPW/ Lap/ X-2021 ditanda tangani oleh Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke dilayangkan sebagai bentuk respons atas pemanggilan tiga pimpinan redaksi (News Metropol, Kabar XXI, dan Pewarta Indonesia).
Ketiganya dipanggil dengan tuduhan melanggar UU ITE dan pasal pencernaan nama baik oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berdasar laporan polisi yang dibuat oleh Mimihetty Layani.
Selain bentuk respons, terlebih perlawanan dan upaya memperjuangkan kemerdekaan pers yang makin hari makin dijajah oleh pihak pihak tertentu di tanah air.
Oleh karenanya, Wilson meminta kesediaan rekan-rekan PPWI bersama organisasi pers lainnya dan wartawan/pewarta di seluruh Indonesia, kiranya berkenan meneruskan suratnya tersebut kepada pihak-pihak berkepentingan antara lain kepada pimpinan lembaga/instansi sebagaimana tertera pada daftar tembusan surat ini.
Juga, kepada teman-teman media, para wartawan, pejuang kemerdekaan pers dan keadilan sosial, advokat, dan masyarakat umum.
“Suratnya dapat diteruskan dalam bentuk print-out dan dikirim ke alamat kantor masing-masing lembaga/instansi dan dapat juga dalam bentuk soft-copy yang dikirimkan ke alamat email, akun media sosial facebook, nomor kontak WA dan WA-WA Group di jaringan masing-masing.”
Menurut Wilson, lanjutnya, sebagaimana diketahui bahwa Mimihetty Layani adalah istri dari pemilik perusahaan Kopi Kapal Api, terduga penggelapan pajak dan sebagai terlapor dugaan penggelapan dalam jabatan pada PT. Kahayan Karyacon di Polda Banten.
“Mimihetty melaporkan 3 Pimpinan Redaksi (News Metropol, Kabar XXI, dan Pewarta Indonesia) dengan tuduhan melanggar UU ITE dan pencemaran nama baik itu.”
Kerja sama ini, tambah Wilson dalam suratnya tersebut, akan sangat menentukan hasil perjuangan yang diharapkan oleh para jurnalis, khususnya para pimpinan redaksi.
“Oleh karena itu, kepada semua pengelola media (pimpinan redaksi, editor, publisher, dan wartawan serta pekerja media massa) diharapkan untuk ikut serta dalam meneruskan surat dari DPN-PPWI ini.”
Terpisah, Ketua Media Independen Online (MIO-INDONESIA) Muhtar sangat apresiasi langkah tegas Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, dalam menjaga marwah pers diombak- ambik oleh pihak-pihak tertentu, yang gagal paham akan kemerdekaan pers di tanah air ini.
“Saya apresiasi pak Wilson. Kita teruskan perjuangan demi selamatkan pers dari tangan- tangan penjajah demokrasi pers. Membela pers adalah harga mati,” kata Muhtar melalui press releasnya yang diterima dalam beberapa WAG pada Selasa (19/10/2021) dini pagi.
Menurut Muhtar, DPN- PPWI Layang surat ke petinggi Polri adalah langkah sangat tepat, efisien, efektif, dan beralasan. Baik secara obyektif hukum maupun subyektif hukumnya.
Pasalnya, Polri tidak boleh serta merta memeroses wartawan/ jurnalis selama pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut belum menggunakan Hak Jawab diatur dalam Pasal 1, Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Ya, Polri tidak boleh langsung progresif atas pengaduan yang bersangkutan lazim penegakan hukum atas tindak pidana kriminal, dan atau sejenisnya karena penyelesaian masalah pemberitaan ada mekanisme dan proseduralnya yang mesti kita hormati bersama,” sebutnya.
Kalau pihak merasa dirugikan atas pemberitaan wartawan, maka dapat menggunakan HakJawabnya, dan jika Hak Jawab tersebut tidak membuahkan hasil, bersangkutan dapat adukan ke Dewan Pers (DP), dan jika hasil penyelesaian oleh Dewan Pers tidak memuaskan, baru diproses hukum oleh penyidik dengan Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers.
Aduan pihak merasa dirugikan pun tidak boleh mengarah ke substansi dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud Pasal 310 KUHP, 311 KUHP, dan ketentuan UU ITE, tetapi itu diduga melanggar Pasal 5 ayat (1).
“Ya, Pasal 5 ayat (1) tersebut menyebutkan bahwa Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah,” jelasnya.
Dia menegaskan, jika Polri (Penyidik) memeroses lanjut atas pengaduan pihak yang merasa dirugikan dirinya atas berita yang dibuat oleh wartawan, maka itu bentuk kegagalan paham seorang penyidik dan merupakan perbuatan melanggar kemerdekaan pers.
“Ingat! Polri tidak akan bisa berbuat apa- apa jika instrumen pers tidak diperlukan. Jadi, mari kita ke depankan kemerdekaan pers karena bangsa Indonesia tidak akan bisa merdeka tanpa sinergitas dengan pers kala itu,” tegasnya.
Pria biasa disapa Habe itu berharap kepada rekan- pers / organisasi pers/ organisasi media untuk mempertahankan hak- hak kemerdekaan pers, dan jangan biarkan hak- hak kemerdekaan pers tersebut dirampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kendati demikian, wartawan harus lebih extra hati – hati dalam mencari, memperoleh, mengolah, menyimpan, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat publik.
“Pastikan informasi yang disampaikan adalah benar-benar produk jurnalistik dan didasari dengan kode etik jurnalistik agar menjadi wartawan yang profesional dan independen,” pungkas pria asal Bima itu. (Effendi)