Jppos di, New York –
Dunia sedang gelap. Hukum kehilangan arah. Kemanusiaan digadaikan atas nama politik dan kepentingan ekonomi. Namun di tengah kebisuan global itu, Wilson Lalengke, jurnalis senior dan aktivis kemanusiaan asal Indonesia, berdiri tegak di jantung dunia, Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York City, membawa pesan yang mengguncang nurani:
“Keadilan tidak boleh ditukar dengan diplomasi.”
Perjalanan udara selama 23 jam dengan Etihad Airways tidak memadamkan semangatnya. Tiba di New York pukul 16.00 waktu setempat, Wilson langsung bersiap untuk menjalankan misi moral: menegur dunia yang kian kehilangan arah kemanusiaan. Ia datang bukan membawa mandat politik, melainkan amanah nurani rakyat kecil, suara mereka yang tertindas, disiksa, dibunuh, dan dikubur dalam diam. Rabu (8/10/2025).
“Dunia boleh diam, tapi kita tidak. Keadilan harus berdiri meski semua kekuasaan bertekuk lutut pada kepentingan,”kata Wilson Lalengke
Selama di New York, Wilson menginap di Millennium Hilton One UN Plaza, tempat para diplomat tinggi dunia biasa bernegosiasi menentukan nasib bangsa-bangsa. Dari sana, ia melangkah menuju ruang Komite Keempat PBB, forum yang menjadi saksi sejarah berbagai perjuangan kemerdekaan dan penegakan HAM dunia.
Kali ini, suara dari Timur, dari Indonesia, akan menggema di ruangan itu.
Wilson membawa petisi kemanusiaan internasional yang menyerukan penghentian kejahatan kemanusiaan dan penegakan hukum global atas pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, penghilangan paksa, serta penahanan tanpa dasar yang masih terjadi di banyak negara. Ia menegaskan bahwa diamnya dunia adalah bentuk kejahatan terselubung.
“Kita tidak sedang hidup di zaman perang, tapi darah manusia masih tumpah setiap hari. Dunia ini tidak kekurangan hukum, dunia ini kekurangan keberanian untuk menegakkan hukum itu,”ujar Wilson Lalengke
Sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan alumnus Global Ethics, Birmingham University – Inggris, Wilson menyerukan agar dunia mengembalikan ruh etika global yang telah lama hilang. Ia menegaskan, tidak ada peradaban yang layak disebut maju bila masih menutup mata terhadap penderitaan manusia lain.
Pidatonya di PBB dijadwalkan menjadi gema moral dari Asia Tenggara, mewakili suara bangsa Indonesia, bangsa yang pernah dijajah, namun tidak pernah berhenti membela martabat manusia.
Wilson menegaskan bahwa rakyat kecil pun memiliki hak yang sama untuk didengar di ruang global.
Menurutnya, politik global yang menutup mata terhadap penderitaan hanyalah peradaban tanpa hati.
“Ketika manusia berhenti peduli pada penderitaan sesamanya, maka dunia kehilangan jiwanya,”tegas. Wilson Lalengke
Langkah Wilson Lalengke di Markas Besar PBB menjadi simbol bahwa Indonesia bukan hanya bangsa yang besar dalam jumlah penduduk, tetapi juga besar dalam moralitas dan keberanian.
Ia mengingatkan para pemimpin dunia: kemajuan tanpa kemanusiaan adalah kebohongan yang berlumur darah.
Redaksi PPWI International
Pewarta: SOPYANTO








