JPPOS.ID || Pekan Baru. Baru-baru ini, diketahui adanya beberapa pihak, atau perusahaan pangkalan Elpiji di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang ternyata terusik atas pemberitaan media online Nasional Cyber 88 tentang permasalahan pangkalan Elpiji pada Minggu (04/7/21).
Diketahui bahwa sejumlah agen gas di Kabupaten Sumedang yakni, PT Enam Saudara Abadi (PT 6S), PT Cinusa (PT C), PT Sumedang Indah (PT SI), PT Pribadi Mandiri (PT PM), dan PT Hikmah (PT H) merasa pemberitaan tidak berimbang, oleh karena itu Dewan Pers telah dua kali (2x) mengundang ke lima Perusahaan tersebut untuk mengklarifikasi permasalahan, namun tidak ada satupun yang menghadiri undangan.
Sementara di sisi lain, menyikapi aduan pihak perusahaan terkait, Pimpinan Redaksi media online Cyber 88, yang memuat pemberitaan dengan judul “Diduga ada Jual Beli Pangkalan di Beberapa Agen Wilayah Sumedang dan Penjualan Gas Melon di Atas HET” justru aktif dan sangat kooperatif dengan memberikan alasan yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik sebagaimana diamanatkan pasal 2 dan 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Namun hal yang tidak relevan dari penilaian Dewan Pers adalah, Dewan Pers justru mencantumkan penilaian pihaknya terhadap media online Cyber 88 dengan mengatakan terdapat kelemahan dalam pemberitaan dengan alasan, berita dengan judul “Diduga ada Jual Beli Pangkalan di Beberapa Agen Wilayah Sumedang dan Penjualan Gas Melon di Atas HET” disebut tidak berimbang, dan tidak terkonfirmasi. Hal ini mengundang reaksi dari Ketua DPD SPRI Provinsi Riau, Feri Sibarani, STP di Pekanbaru.
Menurut Feri Sibarani, tidak relevan dan tidak tepat jika Dewan Pers justru memberikan penilaian kepada pihak Redaksi media online Cyber 88, yang sudah bekerja sesuai amanat Undang-undang Pers, dan pihak perusahaan pangkalan yang mengadu di nilai tidak bertanggung jawab atas aduan nya.
“Bagi saya sikap Dewan Pers yang begini ini dengan jelas telah memperlihatkan keberpihakan kepada pihak-pihak pengadu. Dewan Pers harus ingat dengan pasal 2 dan 4 UU Pers, disitu sangat jelas diatur bagaimana tugas Pers, dan prinsip kerja Pers di tengah masyarakat yang diberi tugas Oleh Undang-undang untuk melakukan kontrol sosial, dengan prinsip Kemerdekaan Pers, dan mendorong supremasi hukum,” sebutnya.
Feri dengan nada kecewa terhadap sikap Dewan Pers mengatakan bahwa Dewan Pers sesuai pasal 15 ayat (2) poin (d) hanya mengupayakan penyelesaian dengan pertimbangan atas segala sengketa Pers, bukan terkesan menjustifikasi Perusahaan Pers yang memuat berita, tanpa mendengar pernyataan dan pembelaan pihak media.
“Ada apa dengan Dewan Pers ini ya? Kok begitu sentimental dengan awak media dan Pers yang melakukan tugasnya berdasarkan Undang-undang? Mengapa Dewan Pers berani mengatakan pemberitaan itu tidak berimbang atau tidak terkonfirmasi atau informasi tidak di uji? Apakah Dewan Pers sudah cross check ke lapangan bagaimana langkah awak media dalam mendapatkan informasi tersebut? Dewan Pers hanya duduk di kantor pencakar langit, kok bisa langsung menghakimi berita ? Konon lagi si pengadu pun tidak muncul, seharusnya Dewan Pers soroti itu, karena si pengadu hanya mau mencemarkan marwah Pers Nasional,” urai Feri dengan nada kesal.
Menurut Feri, dari pengalaman menggarap sebuah rubrik berita tertentu, khususnya bernuansa kasus ada beberapa kemungkinan mengapa berita terbit tanpa keterangan objek berita, walaupun dari berbagai sumber lainya yang bertanggung jawab telah diterima Informasi terkait judul berita, antara lain karena objek pemberitaan tidak bersedia ditemui atau di konfirmasi, kemudian tidak menjawab atau no comen, bisa juga menghindari awak media, sehingga sepanjang ada sumber lainya dari masyarakat, Feri menyebutkan hal itu di mungkinkan untuk dapat di publish.
“Prinsip kerja Pers yang paling substansif adalah sebagaimana tertuang didalam pasal 2, 3 dan 4 UU Pers, bukan soal pers itu harus mengikuti maunya objek yang bakal di beritakan, konon sengaja menghindari atau bahkan takut, karena merasa berbuat atas topik yang akan di beritakan, aspirasi masyarakat banyak masih jauh lebih penting dibanding hak seseorang individu yang justru diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum, namun terbiarkan selama ini,” sebut Feri.
Feri yang aktif menulis berbagai kasus ini juga mengatakan, konon terkait Elpiji jenis Melon bermasalah di hampir semua wilayah Indonesia. Tidak rahasia umum lagi, hampir sama dengan permasalahan BBM bersubsidi lainya, premium dan solar, yang juga menjadi bancakan bagi oknum pejabat dan penegak hukum. Dan diduga kuat pihak-pihak terkait pasti terlibat dan ikut bermain, termasuk pihak pemerintah yang mengeluarkan izin pangkalan.
“Jadi Dewan Pers tolong lah berbicara dan bersikap menggunakan asas kebenaran, dan hati nurani, karena dalam tugas Pers juga ada peran hati nurani dalam memberitakan sebuah informasi, jangan melulu sikap Dewan Pers ini hanya ingin menghambat tugas Pers, mengintimidasi, dan mengintervensi Pers. Kami Pers merdeka pak, ada jaminan hukum, dan ada hak tolak, bahkan ada pidana pada pasal 18 UU Pers, bagi siapapun yang mencoba menghalangi tugas Pers,” pungkas Feri.
Dalam menutup pernyataanya untuk menyikapi sikap Dewan Pers tersebut, Feri menegaskan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) selalu siap untuk memperjuangkan perkara setiap anggota SPRI diamana pun dan kapanpun, tidak pernah takut, bahkan disebutkanya, semua wartawan dan media yang tergabung ke dalam SPRI harus bertugas berdasarkan UU Pers, sebagai landasan Pers yang paling tinggi dan kuat.
“Saya himbau semua media dan Wartawan anggota DPD SPRI Provinsi Riau bekerja lah dengan penuh keberanian dalam mengekspose semua informasi apapun dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kerja Pers yang terdapat didalam UU Pers. Kita adalah lembaga yang masih beroleh kepercayaan publik, kita adalah pilar ke empat dalam perjuangan demokrasi Indonesia, lakukan investigasi, cross check kebenaran dari berbagai pihak yang mengetahui perihal tertentu, utamakan kepentingan masyarakat luas daripada individu,” pungkas Feri mengakhiri.