Labuhanbatu Selatan – Kampung Rakyat | Sabtu, 16/11/2025
Sebuah pemandangan kontras yang memantik pertanyaan besar terjadi di Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Dugaan pencemaran lingkungan oleh PT GSL yang dilaporkan warga justru disusul dengan acara seremonial penebaran benih ikan lele di aliran sungai yang diduga tercemar. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pejabat mulai dari tingkat Dusun hingga Kabupaten, seolah menjadi upaya “pemutihan visual” atas dugaan limbah yang mencemari anak sungai tersebut.
Aduan Masuk Pagi Hari, Acara Seremonial Digelar Sehari Kemudian
Drama ini bermula pada Kamis, 13 November 2025, sekitar pukul 08.24 WIB, ketika Camat Kampung Rakyat menerima laporan resmi dari Gerakan Mahasiswa Labusel (GEMALAB) terkait dugaan limbah PT GSL yang kembali mencemari sungai.
Namun hanya 24 jam setelah laporan diterima, PT GSL menggelar acara penebaran benih lele secara meriah. Hadir dalam kegiatan tersebut:
- Perwakilan Pj Kepala Desa Perkebunan Perlabian
- Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Kabupaten Labusel
- Sejumlah Aparat Penegak Hukum Kecamatan Kampung Rakyat
- Unsur pemerintah desa dan kecamatan
Mereka bersama-sama menebar benih lele di sungai yang pada pagi sebelumnya dilaporkan warga masih terkontaminasi limbah.
Kehadiran pejabat DLHP—yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pengawasan pencemaran—memicu tanda tanya besar.
Apakah tebar benih ikan menjadi bentuk penanganan darurat?
Atau sekadar kosmetik lingkungan untuk meredam kritik publik?
Pertanyaan makin menggelitik ketika masyarakat menilai seolah benih lele dianggap memiliki “kemampuan suci” untuk menjernihkan limbah dalam sekejap.
Siklus Berulang: Tebar Ikan Hari Ini, Laporan Limbah Kembali Besoknya
Seolah membuktikan bahwa acara seremonial tak menyentuh akar persoalan, hanya berselang beberapa hari, warga kembali melaporkan dugaan pencemaran. Dua laporan masuk ke Camat Kampung Rakyat:
- Sabtu, 15 November 2025 – pukul 08.28 WIB
- Selasa, 18 November 2025 – laporan serupa kembali diterima
Warga menyebut air sungai kembali tercemar limbah yang diduga berasal dari PT GSL. Aliran limbah disebut mengalir “tanpa rasa bersalah”, seakan mendapat lampu hijau dari seremoni penebaran benih ikan sebelumnya.
Kondisi ini memperlihatkan koordinasi yang janggal antara laporan warga, respons perusahaan, dan keterlibatan pejabat pemerintah dalam acara perusahaan.
Mahasiswa: “Kami Tak Butuh Tebar Ikan, Kami Butuh Tebar Tanggung Jawab!”
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Labusel, Risky Hasibuan, mengkritik keras acara tersebut.
“Kami tidak butuh atraksi tebar ikan, Pak. Kami butuh tebar tanggung jawab dan ketegasan hukum.”
Ia menambahkan bahwa kehadiran Camat, perwakilan APH, Kepala Desa, dan Kepala DLHP seharusnya untuk meninjau lokasi pencemaran, bukan sekadar menghadiri acara seremonial perusahaan.
“Jika pejabat hadir, kami berharap mereka hadir untuk memeriksa limbah, bukan menabur ikan di atas limbah.”
— tegas Ketua GEMALAB.
Belum Ada Penjelasan Resmi
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari:
- Camat Kampung Rakyat
- Kepala Dinas DLHP Kabupaten Labusel
- Pihak PT GSL
Terkait tindak lanjut atas laporan dugaan pencemaran terbaru maupun alasan mereka berpartisipasi dalam acara tebar benih lele yang diselenggarakan begitu cepat setelah adanya aduan warga.
Ironinya, di tengah dugaan pencemaran yang terus berulang, publik disuguhi aktivitas seremoni yang lebih menonjolkan pencitraan ketimbang penyelesaian persoalan lingkungan.
(PP/Redaksi JPPos)








