Jppos.id, Lampung Tengah – Kampung Notoharjo, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, dihebohkan oleh masyarakat setempat dengan adanya galian tanah bengkok ilegal yang diduga kuat pelaku pelaksananya adalah Bambang, oknum kepala kampungnya sendiri. Senin, 03/11/2025.
Warga Kampung Notoharjo, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, sangat kecewa atas apa yang telah terjadi di kampungnya. Pasalnya, tanah atau bengkok yang merupakan aset kampung digali menggunakan alat berat berupa eksavator dan diduga kuat dijual-belikan.
Menurut keterangan warga setempat, mereka tidak mengetahui untuk apa tanah itu digali, dan belum pernah dilakukan musyawarah kampung yang dihadiri oleh perangkat desa dan warga.
“Setahu saya sebelumnya tidak ada musyawarah kampung yang dihadiri oleh masyarakat untuk menggali tanah bengkok. Namun setelah beberapa hari berjalan dan masyarakat sudah mulai heboh, baru dilakukan musyawarah pada malam hari, dan sepengetahuan saya itu sudah sekitar kurang lebih 260 rit mobil yang sudah keluar lewat depan rumah saya. Terus saya berpikir, kalau terus-terusan berjalan, apa nggak rusak parah nanti jalan depan rumah saya ini, karena muatan yang tidak sesuai dengan kapasitas jalan. Terus yang mau benerin jalan nanti siapa, sedangkan jalan yang sekarang juga belum direhab lagi,” tambah warga yang enggan disebutkan namanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua RT 23 RW 06 Kampung Notoharjo.
“Saya tidak diberi tahu sebenarnya, dan tidak ada musyawarah kampung soal penggalian tanah bengkok ini. Namun menurut informasi yang saya dengar, lahan bengkok mau dijadikan lahan sawah sesuai program Presiden RI untuk ketahanan pangan,” jelasnya.
Ditambah lagi keterangan dari salah satu anggota BPK berinisial (Yon):
“Saya tidak setuju kalau tanah bengkok digali kalau tujuannya nggak jelas. Soalnya lahan tanah darat bengkok itu sudah digarap oleh Pak Sekdes (Carek), ditanami jagung dan singkong. Atas penggalian tanah bengkok tersebut, secara resmi saya belum pernah diundang ke Balai Kampung oleh Bapak Kepala Kampung guna bermusyawarah!” ungkapnya.
Setelah warga kampung heboh, saat ini aktivitas penggalian tanah bengkok telah berhenti, dan alat berat berupa eksavator sudah tidak ada lagi di lokasi. Kondisi lahan yang merupakan aset Kampung Notoharjo kini terbengkalai setelah porak-poranda akibat aksi yang diduga kuat dilakukan oleh oknum Kepala Kampung Bambang Sungkowo.
Tindakan menjual aset desa atau kampung tanpa melalui prosedur dan musyawarah yang sah merupakan tindakan melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi atau penggelapan aset negara.
Aset desa, termasuk tanah kas desa, adalah kekayaan asli desa yang merupakan bagian dari kekayaan negara. Aset tersebut diurus oleh pemerintah desa dan dilarang untuk dilepaskan hak kepemilikannya kepada pihak lain, kecuali untuk kepentingan umum dan melalui prosedur yang ketat.
Penjualan atau pemindahtanganan aset desa harus melalui proses yang diatur dalam perundang-undangan, seperti UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 1 Tahun 2016 (atau yang terbaru Permendagri No. 3 Tahun 2024) tentang Pengelolaan Aset Desa.
Prosedur tersebut mencakup adanya musyawarah desa (Musdes atau Muskam) yang melibatkan Badan Permusyawaratan Desa/Kampung (BPD/BPK) dan masyarakat untuk mendapatkan persetujuan, serta adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Wali Kota.
Sanksi Pidana: Penjualan aset desa tanpa prosedur yang benar dan tanpa musyawarah dapat dijerat dengan sanksi pidana, karena termasuk dalam tindakan pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Pewarta: Spyn








