EPZA: Pelaku Penganiyaan Dan Pemerasan Di Lapas Harus Di Hukum Berat

JPPOS.ID || MEDAN – Beredarnya video seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang tak mengenakan baju menunjukkan tubuhnya yang penuh luka memar pada bagian punggung viral di media sosial (medsos) menuai sorotan dan kritikan tajam dari pengamat hukum dan sosial Sumut Eka Putra Zakran, SH MH (EPZA).

EPZA mengatakan bahwa jika benar pelaku penganiyaan dan pemerasan tersebut adalah petugas Lapas, maka harus dihukum berat, karena petugas Lapas sejatinya sebagai pengayom, ini kok malah jadi pelaku tindak pidana. Hal itu dikatakan EPZA pada Senin (20/9) di Medan. Kalau ditanya pendapat, ya saya marahlah kalau ada narapidana di siksa seperti itu.

Dikatakan EPZA bahwa dirinya sangat prihatin atas terjadinya peristiwa penyiksaan atau pemukulan oleh petugas Lapas terhadap napi seperti pada vidio viral yang beredar dijagad Medsos tersebut.

Sangat disayangkan jika ada penyiksaan di Lapas. Apalagi peristiwa ini terjadi di Lapas Kelas 1 Tanjung Gusta Medan. Ada apa ini, kok bisa ada pelanggaran hukum dan HAM disana? Padahal Lapas Tanjung Gusta adalah Lapas terbaik, kok bisa ada penyiksaan?

Gawat juga nasip para napi kalau begini. Gak bisa dibiarkan tindakan tersebut. Jika benar peristiwa dalam vidio itu, maka petugas harus diberi hukuman berat, baik sanksi administratif, baik berupa pemecatan maupun pemidanaan.

Saya rasa ini momen yang tepat untuk beres-beres atau bersih-bersih di dalam Lapas, mengingat sebulan terakhir juga ada peristiwa memilukan akibat kebakaran di Lapas Tanggerang Banten, 48 orang dinyatakan meninggal.

Hemat saya perlu pembenahan secara konfrehensif dan mendalam terkait upaya peningkatan mutu atau kualitas pelayanan, khususnya di Lapas atau Rumah Tahanan Negara (Rutan), beber EPZA.

Saya rasa sanksi hukum tidak cukup hanya diberikan kepada petugas Lapas, pimpinan juga harus bertanggung jawab, karena dugaan penyiksaan dan pemerasan dilakukan oleh bawahan, maka pimpinan gak bisa lepas tanggug jawab.

Tujuan Lapas adalah memanusiakan manusia, bukan ajang balas dendam atau tempat penyiksaan. Mereka para tanahan itu juga manusia, memiliki hak dasar (HAM) yang harus dijamin dan dilindungi. Apalah pulak bedanya dengan mereka dengan kita-kita ini, paling yang membedakan kita di luar, mereka di dalam dan selama menjalani proses hukuman, mereka dikekang kebebasannya.

Nah, justru harapannya setelah menjalani masa hukuman, mereka para tahanan akan kembali hidup normal ditengah kehidupan masyarakat. Kalau di pukul atau disiksa, maka akan timbul banyak masalah, itu substansinya.

Saya punya harapan besar sebenarnya terhadap Lapas Kelas 1 Tanjug Gusta Medan, mengapa, karena penelitian tesis saya disana. Judul tesis saya, Kajian Perlindungan Kesehatan Terhadap Narapidana pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi di Lapas Kelas 1 Medan). Nah, dari hasil penelitian saya itu, visi-misi Lapas Kelas 1 Medan sangat mulia, yaitu bertujuan untuk menjadi Lapas terbaik di Indonesia.

Kalau visi-misi tersebut bisa diejawantahkan, saya rasa mantap kali Lapas Kelas 1 Medan. Tapi akibat peristiwa penyiksaan dan pemerasan ini pasti berdampaklah. Pendeknya bisa jadi pukulan telak bagi Lapas Tanjung gusta akibat peristiwa ini.

Tempo hari saat penelitian disana saya lihat bagus, makanya heran juga kalau ada petugas Lapas yang menyiksa dan sekaligus meminta-minta. Ya jelas pemerasan lah namanya itu, dan harus di bongkar gitu lo. Sebab, kalau soal salah benar ini namanya manusia, pasti ada salah dan hilafnya. Hari ini boleh jadi orang lain, tapi besok lusa tak tertutup kemungkinan ada pula keluarga kita yang sekolah disana. Makanya jangan buat lagi irama Lapas atau rutan seolah angker dan mengerikan. Udah gak jaman lagi lah, kalau yang angker dan ngeri itukan jaman kolonial Belanda.

Kalau jaman Indonesia Raya ininya, sebaiknya Lapas dan rutan menjadi tempat pertaubatan, dari yang jahat menjadi baik, dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Kalau istilah Haji Rhoma Irama, jangan terlalu. Karena terus terang, hak-hak dan jaminan para narapidana ini sudah diatur sedemikian rupa dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu, dalam UU HAM juga, Pancasila dan UUD 1945 juga. Jadi jangan lah kejam-kejam kali kata EPZA sambil berkelakar.

Dalam rekaman video tersebut, perekam mengatakan bahwa napi dianiaya oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IA Tanjung Gusta Medan.

Perekam video juga menyebutkan para sipir meminta mereka sejumlah uang hingga mencapai Rp30 hingga Rp40 juta jika ingin keluar dari Lapas Tanjung Gusta. Ironisnya, jika tidak diberi uang, korban akan dianiaya.

“Inilah tindakan pegawai Lapas Kelas 1 Medan. Kami bukan binatang, kami manusia, Pak,” kata napi yang merekam.

Menanggapi video viral tersebut, Kepala Lapas (Kalapas) Tanjung Gusta Erwedi Supriyatno saat dikonfirmasi membenarkan rekaman video tersebut berlangsung di Lapas Tanjung Gusta.

“Benar, untuk dugaan sementara kejadiannya itu pada hari Jumat, 17 September 2021 pagi. Sehingga kami masih melakukan pendalaman dan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Erwedi, Sabtu, 18 September 2021 malam.

Bahkan, kata Kalapas, dari tim Kantor Wilayah Hukum dan Ham juga akan melakukan pemeriksaan.

“Jika memang nanti pemeriksaan itu terbukti benar dilakukan oleh pegawai, maka akan kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Plh Kadivpas Kemenkumham Sumut ini.

Erwedi mengatakan korban merupakan tahanan kasus narkoba dan sudah menjalani hukuman sekitar 7 tahun dari vonis 14 tahun.

“Sebagai bentuk antisipasi agar tidak terjadi penganiayaan maupun pemerasan, kita akan memperketat pengawasan terhadap para petugas lapas,” pungkasnya.(Effendi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *