Tulungagung, Jurnal Polisi Pos – 10 Oktober 2025
Bagi sebagian masyarakat Jawa, weton malam Jumat merupakan informasi penting yang selalu ditunggu. Setiap hari Kamis, mereka kerap bertanya-tanya, “Malam Jumat apa, ya, hari ini?”
Dalam jurnal Fenomenologi Ritual Malam Jumat Legi Warga Nahdlatul Ulama Raya Blitar yang ditulis oleh Moch Shofiyuddin dan Martinus Legowo, dijelaskan bahwa masyarakat Jawa memiliki beragam agenda di malam Jumat. Mulai dari mengirim doa kepada arwah leluhur, tirakatan untuk menolak bala, hingga beribadah kepada Tuhan untuk memohon berkah.
Berdasarkan kalender Jawa, 10 Oktober 2025 bertepatan dengan Jumat Kliwon, salah satu weton yang dianggap istimewa.
Makna Spiritual Jumat Kliwon
Dalam tesis Kalender Jawa Islam Sultan Agungan di Kesultanan Yogyakarta karya Siti Marhamah, disebutkan bahwa perbedaan utama kalender Jawa dengan Masehi adalah awal harinya yang dimulai setelah matahari terbenam (maghrib), bukan pukul 00.00.
Menurut Kalender Kemenag, weton Jumat Kliwon melambangkan keseimbangan dan kesuksesan. Hari ini dianggap tepat untuk refleksi diri, menata niat, serta memohon berkah.
Orang yang lahir pada weton ini dipercaya memiliki sifat:
- bijaksana dan pekerja keras,
- mampu menyeimbangkan emosi dan logika,
- mudah beradaptasi, ramah, dan penuh kasih sayang,
- memiliki intuisi tajam serta mampu menjaga keharmonisan dalam keluarga maupun komunitas.
Secara spiritual, Jumat Kliwon diyakini membawa perlindungan dari energi negatif, sekaligus waktu baik untuk memulai proyek atau kegiatan penting.
Suara dari Warga
Ibu Leni, seorang pedagang kecil pemilik warung nasi di Tulungagung, mengaku masih menjaga tradisi malam Jumat dengan berdoa dan tirakatan sederhana.
“Saya prihatin dengan keadaan sekarang, tapi tetap semangat berusaha dan berdoa. Semoga usaha warung nasi saya bisa lancar, dan ada perhatian serta bantuan dari pemerintah daerah Tulungagung,” ujarnya dengan penuh harap.
Bagi masyarakat Jawa, weton bukan sekadar hitungan hari, tetapi juga panduan hidup yang menyatukan unsur budaya, spiritualitas, dan kearifan lokal. Tradisi ini terus dijaga agar setiap langkah hidup selaras dengan kehendak Tuhan sekaligus warisan leluhur.
(Kabiro Banyumas – Sabar Eko Pramono / Jurnal Polisi Pos)








