jppos id, Tangsel – PT. Jaya Real Property (JRP) memberikan klarifikasi secara detil dan panjang lebar mengenai “tudingan miring” yang dilontarkan pihak PT. Saka Bangun Perkasa (SBP) mengenai dugaan tidak bersedia menunaikan kewajiban pembayaran pekerjaan. Pihak JRP pun ingin persoalan dengan PT. SBP yang sudah masuk ke wilayah hukum itu dapat diselesaikan dengan tuntas dan segera dengan kepolisian sebagai penengah.
Juga, pihak JRP membantah keras segala tuduhan miring yang dilontarkan PT. SBP di pemberitaan-pemberitaan yang ada. Melalui kuasa hukumnya: Anton Andrian, S. H. dengan didampingi bagian pengelola Kawasan Perumahan Bintaro Jaya, Dicky, pihak Jaya Real Property menyampaikan semua klarifikasinya tersebut kepada awak media yang tergabung dalam Perhimpunan Wartawan Tangerang Selatan (PERWATAS) dalam sebuah konferensi pers.
Dalam konferensi pers yang digelar di ruang rapat Kantor PT. Jaya Real Property, Kawasan CBD Emerald, Blok CE/A, No. 1, Jl. Boulevard Bintaro Jaya, Parigi, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin siang, 15 Mei 2023, keduanya memberikan penjelasan dengan baik dan detil. Anton dan Dicky pun tampak runtun dan sistematis dalam memberikan pemaparan.
Pada kesempatan itu, Dicky yang memulai pertama memberikan pemaparan langsung menjawab pernyataan pihak PT. SBP yang ada di pemberitaan-pemberitaan yang mengatakan JRP tidak bersedia membayar pengerjaan proyek perbaikan panel pagar Cluster Bukit Menteng, Sektor 7 Bintaro Jaya sebesar Rp 100 juta sekian yang selesai dikerjakan oleh pelapor. “Hal itu tidak benar, ya. Kami tegaskan bahwa pihak PT. Saka Bangun Perkasa terlambat memberikan penagihan dan ada beberapa kelengkapan administrasi yang kurang. Bukan kami tidak mau bayar,” ujar Dicky.
Ia melanjutkan, prosesnya terus berjalan. “Tetap kita jalankan prosesnya sampai tahap pembayaran. Nah, ketika kita mau melakukan pembayaran, ternyata rekening PT. Saka Bangun Persada sudah diblokir. Jadi, kita tidak bisa melakukan pembayaran,” ucapnya.
Pihak JRP pun, imbuh Dicky, tidak mengetahui mengapa PT. SBP mem-blokir rekeningnya. “Kita enggak tahu kenapa diblokir. Tahu-tahu ada laporan (ke polisi) dan sampai mereka melakukan konferensi pers yang kemarin. Jadi, kita sendiri juga bingung nih. Justru kita mau bayar, tapi, kok, enggak bisa bayar. Malah, kenapa kita dianggap enggak mau bayar,” cetus Dicky.
Anton Andrian selaku kuasa hukum JRP menandaskan, pihak kliennya sampai sejauh ini sangat beritikad baik untuk membayar. “Kita punya itikad yang sangat baik untuk membayar. Apalagi, nominalnya menurut ukuran kami (JRP), itu kecil. Tapi, mengapa jadi seperti ini? Mengenai administrasi, ada keterlambatan dari pihak SBP untuk penagihan. Juga ada administrasi yang harus dilengkapi. SOP (Standar Operasional Prosedur) administrasi kami, kan, harus ada NPWP segala macam, lengkap. Ketika ada satu berkas yang pending, otomatis itu akan menjadi hambatan untuk melakukan pembayaran. Karena, itu menyangkut audit nanti. Kami, kan, ada audit. Jadi, harus benar-benar lengkap dan sesuai SOP administrasinya,” jelas Anton.
Pengacara muda itu pun melanjutkan. “Singkat cerita, ketika semua selesai mau melakukan pembayaran, rekening tersebut diblokir sama pihak sana (PT. SBP). Kami memiliki bukti pembayaran yang ter-cancel itu,” tegasnya.
Ketika ditanyai mengenai somasi yang dilakukan PT. SBP kepada pihak PT. JRP dan soal permintaan maaf pelapor kepada terlapor, Anton menjawab seperti ini. “Untuk itu sebenarnya, kita punya tim juga masalah somasi begitu. Itu sebenarnya tergantung masalah penafsiran siapa yang baca. Jadi, kalau menurut kami, itu biasa. Cuma dari mereka, merasa itu beda. Dan wajar selisih paham, tapi, kan, setelah itu, kami melakukan pertemuan-pertemuan,” terang Anton.
Saat ditanya terkait sejauh mana mediasi yang dilakukan kedua pihak, Anton mengatakan, justru mediasi terjadi di Polres Tangerang Selatan (Tangsel). “Menurut saya, mediasi di Polres Tangsel justru dilakukan setelah sempat ada somasi. Tepatnya, setelah PT. SBP membuat laporan polisi,” ucapnya.
Dicky yang merupakan bagian pengelola Perumahan Kawasan Bintaro Jaya pun menambahkan, mediasi sebelum somasi belum ada. “Kalau mediasi sebelum somasi, sih, tidak ada. Yah, kita harusnya komunikasilah,” ujar Dicky.
Dan, Dicky lebih lanjut mengatakan seperti ini. “Ayo nagih dong. Gimana, nih, belum masuk tagihan. Lalu, mereka masukin tagihan sampai kemudian ada beberapa berkas yang belum lengkap. Itu prosesnya panjang. Ini terjadi mungkin karena mereka baru bermitra juga. Jadinya, belum paham tata administrasinya. Jadi sempat ada balikan-balikan,” ungkapnya.
“Intinya kami perusahaan ada aturannya, proses administrasinya. Dan itu kita jalankan sampai proses pembayaran,” Anton menambahkan.
Soal kelengkapan administrasi ini, Anton kembali menegaskan, kalau pihaknya menyalahi aturan kelengkapan administrasi, maka nanti kedepannya akan berhadapan dengan audit. “Kami, kan, ada audit internal dan eksternal. Nah itu, menjadi satu kesatuan. Ketika ada proses administrasi yang lompat, ya terhambat. Semua dilengkapi dulu, baru kami bayar, bukan kami tidak mau bayar. Mohon dipahami, ya, itu,” urainya.
Mengenai tudingan dugaan “main mata” antara penyidik kepolisian dan JRP, Anton membantah keras, hal itu tidak benar. Mengapa demikian?
“Karena, polisi bekerja profesional menurut saya. Semua sudah diperiksa.
Sudah dimintai keterangan semua pihak kami oleh polisi. Seperti Pak Dicky, Pak Adi Wijaya dan Pak Hasan sudah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian,” Anton menerangkan.
Mengenai proses hukum yang diduga “jalan di tempat” seperti yang dituduhkan pihak PT. SBP, Anton pun membantah keras hal itu. “Proses hukum tidak jalan di tempat. Jadi begini, proses hukum tetap berjalan sejauh ini. Dan, semua kita lalui. Ada panggilan, kita hadir. Kita merasa kepolisian cukup profesional seperti yang saya katakan tadi,” cetus Anton.
Dijelaskannya, sejauh ini, pergerakan ada. “Saya melihat, sih, justru ada pergerakan. Karena, enggak bisa secepat itu memutuskan. Setahu saya, dari penyelidikan naik ke tahap penyidikan itu membutuhkan waktu tidak sedikit. Banyak mekanisme yang harus dijalani. Biarlah pihak kepolisian yang menentukan. Mereka yang lebih jauh profesional dalam menentukan apakah perkara tersebut layak naik disidik atau tidak. Itu bukan kompentensi kami saat ini,” Anton menguraikan.
Tentang upaya perdamaian antara kedua belah pihak, Anton mengatakan, JRP pada prinsipnya sangat membuka diri untuk berdamai menyelesaikan persoalan ini. “Kami sangat terbuka dan membuka diri. Cuma, karena hal ini sudah melibatkan pihak kepolisian sebagai pihak ke-3, jadi biarlah pihak kepolisian yang berwenang. Ketika memang itu damai kedepannya atau bayar, ya, tergantung dari pihak kepolisian. Kita, sih, sebagai warga negara yang baik kita pasti mengikuti arahan dari kepolisian. Karena di sini bukan kita karena sudah ada pihak ke-3. Kita pun siap damai dan akan bayar dengan pihak polisi sebagai penengah,” tandasnya.
Di akhir pemaparan, Anton berharap kasus seperti tidak terulang lagi ke depan. “Sebelumnya, persoalan semacam ini belum pernah terjadi. Hanya baru kali ini terjadinya. Mungkin karena pihak sana baru pertamakali bekerja sama dengan JRP,” tukasnya.
Untuk itu, ke depan, ucap Anton, PT. Jaya Real Property berharap ini jadi pelajaran. “Harapan kami, persoalan seperti ini, jangan sampai terulang kembali dan terjadi lagi. Ke depan, kita akan memperbaikinya agar menjadi lebih baik lagi pastinya,” pungkas Anton.
Sebelumnya diberitakan, Edwin, S. H., C. I. A., selaku kuasa hukum pelapor: Mardiansyah, S. H. dari PT. Saka Bangun Perkasa mengungkapkan, pihaknya melaporkan PT. Jaya Real Property Tbk. (JRP) ke Polres Tangsel dengan nomor laporan polisi: TBL/B/2808/XII/2022/SPKT/Polres Tangerang Selatan/Polda Metro Jaya, pada hari Kamis, 29 Desember 2022, pukul 13.56 WIB. Karena, PT. JRP, dinilai pihak pelapor tidak kunjung membayar kewajibannya sebesar Rp 103.266.900 atas pekerjaan perbaikan pagar Cluster Bukit Menteng, Sektor 7, Bintaro Jaya.
Ridwan.