JPPOS.ID I KALIMANTAN BARAT – Mafia Tanah adalah kelompok oknum manusia yang terstruktur dan terorganisir secara administrasi, hukum dan bahkan politik.
Mafia Tanah dalam aktivitasnya melibatkan banyak aktor/pelaku serta pembagian kerja yang terstruktur serta sistematis dari lapangan sampai pada tingkat peradilan.
Ketua Umum Seknas KPP Justitia Candra Kirana, SH, CP. NNLP, CH, CHt, CMI. NNLP mengatakan dalam tiga tahun terakhir, istilah Mafia Tanah menjadi frasa yang populer diperbincangkan di masyarakat. Seiring munculnya banyak kasus sengketa tanah di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat.
Sebagaimana Perpres No 86 tahun 2018 tentang reformasi Agraria, keberadaan Satgas Mafia Tanah telah dibentuk.
Adapun dasar pembentukannya dijelaskan Chandra sebagai berikut :
Pertama, adanya Nota Kesepahaman Antara Kementerian ATR/BPN Dengan Polri tanggal 17 Maret 2017 No. 3/SKB/III/2017 dan B/26/III/2017 Tentang Kerma di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang.
Kedua, pedoman kerja antara Kementerian ATR dengan Polri tanggal 12 Juni 2017 No.26/SKB-900/VI/2017 Tentang Kerjasama dibidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang.
Dan ketiga, adanya Keputusan Bersama Kabareskrim dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah No.: B/01/V/2018/Bareskrim – 34/SKB – 800/V/2018 tanggal 8 Mei 2018 Tentang Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah.
Untuk penangkal pelaku dikatakan pengacara ini, kejahatan Mafia Tanah masuk dalam kategori kejahatan dalam KUHP. Dimana delik pidana dijadikan acuan sangsi pemidanaan yang termuat dalam pasal-pasal KUHP yakni seperti, pada pasal 167, 263, 266 dan 385.
“Hanya saja pasal-pasal yang ditegaskan tersebut sulit dikenakan pada pelaku kejahatan pertanahan, karena para mafia telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan persekongkolan oknum-oknum aparat terkait. Seperti, dibidang administrasi, pertanahan, aparat penegak hukum hingga aparat peradilan,” kata Candra Kirana, Sabtu (18/03/23).
Adapun pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkenaan dengan sanksi pidana terhadap tindak pidana penyerobotan tanah yaitu pasal 385 KUHP, yang terdapat pada buku ke II, bab XXV tentang kejahatan penipuan. Pasal 385 KUHP berbunyi; diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Korban Mafia tanah lapor kemana?
Selain ke kepolisian terdekat, korban dapat melaporkan mafia tanah ke Kementrian ATR/BPN di Jakarta, melalui website http://www.lapor.go.id atau melalui hotline Whatsapp di 081110680000.
“Bahkan seingat saya Menkopolhukam Profesor Mahfud MD secara tegas menyebutkan bahwa mafia tanah sudah merusak tatanan hukum tidak hanya pada tingkat penyidikan, juga sudah sampai pada ujung sistem peradilan/pengadilan. Sehingga secara garis besar bahwa konflik pertanahan di Indonesia dapat diartikan masyarakat lemah melawan kekuatan besar, dan akan sangat sulit dimenangkan kebenaran dan keadilan bagi mereka haknya dirampas oleh mafia tanah,” jelasnya.
Terang Kirana, “Para mafia kerab berada dibalik perlindungan orang-orang kuat baik secara politik, hukum dan financial, sehingga masyarakat awam dan lemah ekonomi sulit untuk melawan,” sambung Candra memaparkan.
Selanjutnya dikatakan juga, biasanya ada kelompok massa yang membawa etnis dan isu SARA saat melakukan penyerobotan lahan milik orang lain.
Ketika pemilik lahan mengajukan permohonan floting dan pengukuran ulang di lapangan harus menghadapi intimidasi yang terkadang harus mengikuti arahan dari mafia tanah.
Sehingga saat membuat berita acara pengukuran serta peta bidang tanah, biasanya diturkan Candra, luasnya sudah berbeda dan berkurang banyak dari ukuran yang ada di sertifikat tanah yang telah diterbitkan.
Bahkan menurutnya bisa saja muncul pengakuan terhadap kepemilikan pelaku penyerobotan yang mengajukan permohonan pengukuran dan hak dalam berita acara dari BPN di atas lahan yang memiliki apas hak Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Milik tersebut.
Tentunya hal-hal demikian kata Chandra menimbulkan pertanyaan kenapa pemilik sah pada suatu sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh kantor Pertanahan, kemudian justeru Kantor Pertanahan kembali menerbitkan sertifikat yang telah terbit tersebut.
“Jika demikian artinya perlu diduga ada oknum dalam BPN yang ikut bermain sehingga hal demikian terjadi, dan semua itu perlu ditelusuri secara cermat oleh pihak Satgas Mafia tanah dan penyidik kepolisian,” pungkas Chandra. (Yp/Ty)