JPPOS.ID,Boyolali II-Sebagai bentuk tanggung jawab akademis di kala pandemi covid-19 yang berdampak secara langsung dalam proses belajar mengajar di sekolah, SMA Pradita Dirgantara menyelenggarakan Webinar dengan tema “Engaged Teaching and Learning Across Curriculum” (Pengajaran dan Pembelajaran Partisipatif Lintas Kurikulum). Kegiatan tersebut berlangsung pada hari Jumat (09/10/2020) melalui aplikasi Zoom Meeting dan juga melalui siaran langsung kanal Youtube SMA Pradita Dirgantara. Webinar ini terselenggara dalam rangka peringatan Hari Guru Sedunia, yakni setiap tanggal 5 Oktober.
Ketua Umum Yayasan Ardhiya Garini (Yasarini), Ibu Nanny Hadi Tjahjanto memberikan kata sambutan sekaligus membuka acara webinar yang diikuti sekitar 400 peserta. Dalam sambutannya, Ibu Nanny menyampaikan guru memiliki tugas mulia dalam membangun bangsa sehingga penting bagi guru unutk menempatkan diri sebagai pembelajar sepanjang hayat. “Dengan diadakannya webinar ini saya harap dapat membuka wacana bahwa pendidik bukan sekedar proses dimana guru mengisi pembelajaran dengan memberi siswa materi dalam bahan ajar dan siswa hanya sebagai penerima, tetapi pendidikan adalah proses kerjasama antara guru dengan peserta didiknya dalam menciptakan pengetahuan”, imbuh Ibu Nanny.
Ibu Inong Fadjar Prasetyo, Ketua Umum PIA Ardhya Garini dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa negara maju adalah negara yg menempatkan pendidikan sebagai prioritas tertinggi. “Harus ada kolaborasi antara pendidik dan perserta didik karena peran tenaga didik penting dalam menciptakan susasana pembelajaran yg menarik”, ujar Ibu Inong. Pada kesempatan ini SMA Pradita Dirgantara mengadakan Webinar dengan menghadirkan pembicara Dwi Agus Yuliantoro, Ph.D. (Direktur Direktorat Pengembangan Sekolah Pradita Dirgantara), Zulfa Sakhiyya, Ph.D. (Kepala Pusat Studi Literasi Universitas Negeri Semarang) dan Irfan Prasetya, Ph.D. sebagai pembahas.
Dwi Agus Yuliantoro, Ph.D., menyampaikan bahwa engaged dalam pembelajaran adalah pembelajaran yang melibatkan peran aktif dan partisipasi dari siswa ketika mengikuti proses pembelajaran dengan guru di kelas sehari-hari, sehingga pembelajaran terjadi lebih dinamis. Pembelajaran bukan satu arah dalam artian dari guru menransfer ilmu kepada murid dan murid akan menerima secara mentah-mentah apa yg disampaikan guru sebagai kebenaran. Critical pedagogi lebih kepada pembelajaran dialogis antara guru dengan murid. Pengetahuan bukan hanya dari guru ke siswa, tapi juga dari siswa kepada guru maupun dari siswa kepada teman-temannya. “Kita harus menyadari guru dan siswa punya peran yang sama pentingnya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat terjadi dengan sukses. Guru dan murid keduanya merupakan pelaku utama dalam proses belajar mengajar dikelas.” ungkap Dwi.
Dalam pemaparannya, Dwi juga mengungkapkan beberapa kriteria atau karakter yang harus dimiliki oleh guru yaitu, guru harus bisa engaging atau melibatkan siswa dalam seluruh mata pelajaran, guru harus punya empati dan simpati, guru harus bisa menampilkan pola pengajaran yang baik dan guru harus memaknai bahwa guru yang hebat adalah guru yang selalu berpikir dia juga adalah seorang pembelajar sepanjang hayat. Dewasa ini guru belum mampu mengoneksikan atau menghubungkan pembelajaran di kelas dengan kehidupan nyata siswa sehari hari, hal ini adalah salah satu koreksi yang harus diperhatikan oleh guru. Dwi juga memaparkan bahwa dalam cara belajar siswa aktif, siswa dituntut berperan aktif di kelas, bagaimana siswa secara continue fokus pada pembelajaran yang terjadi. Untuk mendukung suksesnya kegiatan pembelajaran, guru harus mampu menerapkan teknik mengajar yang beragam dan berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi dan topik yang diajarkan, serta disesuaikan dengan tingkat kecerdasan siswa
Sementara itu Zulfa Sakhiyya, Ph.D., Kepala Pusat Studi Literasi Universitas Negeri Semarang mengatakan bahwa semua jenis ilmu pengetahuan yang berbeda, tetapi hanya ada satu cara untuk memediasi ilmu pengetahuan, yaitu dengan literasi. Pengetahuan diibaratkan sebuah bangunan dengan literasi sebagai kuncinya, ketika kita memiliki kunci maka kita akan mampu membuka pintu pengetahuan. Dalam membuat praktik atau kegiatan literasi yang bermakna yang berarti ada engagement, siswa bisa tidak hanya consume tetapi juga produce pengetahuan. “Di masa pandemic seperti saat ini, jalan yang paling masuk akal yang bisa dimodifikasi oleh guru adalah melalui digital literacy. Literasi digital dibutuhkan untuk memperoleh atau menyaring informasi yang tidak terbendung datangnya. Fokus dari gerakan literasi digital saat ini masih pada consuming information. Padahal yang diperlukan dalam era saat ini adalah critical thinking atau berpikir kritis yang mana tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan informasi” tutur Zulfa. Menurutnya, siswa harus mampu menunjukkan apa yang mereka tahu. Pergeseran yang perlu dilakukan selama proses belajar mengajar literasi di masa pandemic adalah bahwa praktik literasi harus memiliki tujuan.
Terakhir, Irfan Prasetya, Ph.D. (Direktorat SMA, Kemdikbud) selaku pembahas pada acara webinar Jumat, 9 Oktober 2020 mengemukakan bahwa kebijakan merdeka belajar yang saat ini digaungkan oleh Kementerian Pendidikan sumber idenya adalah dari Ki Hajar Dewantara dimana ada 3 ide besar yaitu sekolah sebagai sebuah taman yang terdapat among dan pamong disitu. Taman siswa berarti ada kegembiraan di sekolah, among dimana central figure dari belajar adalah guru dan siswa yang berkolaborasi sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, pamong dimana tugas dan fungsi dari pendidik adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa belajar tanpa menentukan kemana siswa harus belajar, tetapi ketika ada permasalahan harus ada tuntunan dan intervensi dari guru. (Humas/SMA Pradita Dirgantara) (Effendi)