JPPOS.ID|| PATI Jateng. Rencana pembongkaran Lokalisasi terbesar di Jawa Tengah, Lorog Indah (LI) di Kecamatan Margorejo, Pati menuai polemik. Selain mendapat dukungan dari sejumlah ormas Islam, kebijakan penegakan perda tersebut juga mendapat sorotan dari praktisi hukum.
Salah satu praktisi hukum di Pati, Dr. Nimerodin Gulo, S.H, M.H, menanggapi persoalan tersebut sebagai kajian akademis. Menurutnya, Peraturan Daerah (Perda) Pati Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dinilai telah melanggar subtansi Hukum.
Dirinya mengingatkan, Pemerintah Daerah (Pemda) Pati telah berkali-kali menegakkan perda tetapi melanggar subtansi hukum. Hal ini dikatakan, hukum dirancang, dibuat, dan ditegakan untuk menjawab kepentingan masyarakat bukan untuk memelaratkan masyarakat. Penegakan perda juga harus melihat sisi kemanusiaan.
“Ini saya berbicara bukan sebagai kuasa hukum pengusaha hiburan di LI. Tapi ini kajian dari praktisi hukum dan akademisi. Bangunan di LI itu kan sudah berdiri sejak 2004 lalu, sedangkan Perda RTRW diterbitkan Tahun 2021. Seharusnya Pemda mau memperhatikan kepentingan kemanusiaan dan merubah tata ruang yang ada, jangan malah bikin peraturan yang merugikan masyarakat,” ungkapnya. Pada, Senin (02/8/2021).
Menurutnya, peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah diatur pada Tahun 2021, sedangkan bangunan di LI sudah ada sejak Tahun 2004. Hal ini jelas pelanggaran hukum dan bisa digugat melalui proses pengadilan. Seharusnya, pemda memahami tentang hukum, tidak semata-mata hanya pendekatan kekuasaan akan berdampak buruk buat kepentingan masyarakat.
“Jika pembongkaran itu terjadi, karena melanggar tata ruang, kenapa tidak dari dulu ditegakkan. Lalu siapa yang mau ganti rugi terhadap bangunan yang sudah terlanjur berdiri. Jangan sampai penegakan ini malah ada pelanggaran HAM, Pemda harus berikan solusi yang baik,” terangnya.
Dirinya berharap, Pemerintah daerah harus mau memperhatikan dampak peraturan yang dibuat. Silahkan hukum ditegakkan tapi jangan sampai ada pelanggaran, pertimbangan Hak Asasi Manusia (HAM) lebih penting.
“Harus ada solusi yang terbaik, jangan sampai penegakan hukum malah menjadi pelanggaran hukum utamakan kepentingan masyarakat,” tandasnya.
( Sugiarto/ Antok)