“JPPOS.ID || Kerinci,Jambi. Berita tentang tidak ada larangan truk pengangkut kayu industri konsumsi solar bersubsidi menuai kontroversi. ” Saya pastikan operator tidak ada yang mengisi minyak solar ke mobil truk-truk Pengangkut balak”, demikian penjelasan manager SPBU 14.283.666, Joko, saat ditemui awak media di kantornya, sabtu,31/07-2021, sekitar pukul 10.30 WIB.
Hal ini kata Joko, untuk menjalankan perintah dari pemilik SPBU, Pak Johan. “Pak Johan melarang melakukan pengisian BBM solar ke mobil truk-truk balak. kita hanya menjalankan perintah pemilik SPBU, Pak Johan yang beralamat di Pekanbaru Riau,” tegasnya.
Pernyataan Joko dan perintah pemilik SPBU yang melarang melakukan pengisian BBM solar bersubsidi ke kendaraan mobil balak, tentunya bertolak belakang dengan penyampaian Apul Sihombing, SH,MH selaku Humas atau penasehat hukum di dua tempat SPBU yang ada di pangkalan kerinci.
Yakni, SPBU 14.283.692 yang beralamat di jalan koridor PT RAPP Km 5 pangkalan kerinci kabupaten Pelalawan Riau dan SPBU 14.283.666 yang beralamat di jalan lintas timur dekat RS evarina pangkalan kerinci, kabupaten Pelalawan, Riau.
Apul Sihombing SH,MH kepada wartawan menyampaikan, bahwa tidak ada yang melarang pihaknya (SPBU) menjual minyak subsidi ke industri.
” Memangnya ada hukum yang melarang kami menjual minyak ke industri Lae” ucap Apul melalui sambungan ponselnya, Jumat, 30/07-2021, sekitar pukul 15.10 WIB.
Bahkan, Apul Sihombing SH,MH lewat WhatsApp mengirimkan lampiran peraturan presiden nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual bahan bakar minyak.
Menurut Apul Sihombing, “konsumen minyak solar jenis bahan bakar jenis tertentu/ subsidi dapat dikonsumsi oleh kendaraan transportasi pengangkut kayu industri”.
Menanggapi pernyataan Apul Sihombing SH, MH yang seolah-olah menganggap minyak solar bersubsidi dapat dikonsumsi oleh kendaraan pengangkut kayu industri.
Wartawan meminta tanggapan salah seorang masyarakat yang ada di pangkalan kerinci, yang merupakan konsumen atau pengguna BBM jenis bio solar/ solar bersubsidi pemerintah, Hendri Siregar,SH.
Dihadapan sejumlah wartawan dalam waktu santainya, disalah satu warung kopi yang beralamat di pangkalan kerinci, kabupaten Pelalawan, Riau, Sabtu,31/07-2021.
Hendri Siregar menjelaskan, “sesuai peraturan presiden nomor 191 tahun 2014, tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak.
Dalam aturan itu sudah menjelaskan, tentang jenis BBM jenis tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi,” jelas Hendri Siregar, SH. ” Nah, disitu disebutkan adanya konsumen tertentu,” terangnya.
Hendri juga menjelaskan, “dalam surat edaran gubernur Riau nomor 199 tahun 2019, selain melarang kendaraan berwarna dasar plat merah, mobil TNI/ Polri dan sarana transportasi air milik pemerintah, agar tidak menggunakan bahan bakar jenis bio solar atau solar bersubsidi.
Dalam surat edaran gubernur itu juga, lanjutnya, “mobil, tangki CPO, angkutan kayu hutan tanaman industri ( balak kayu), angkutan tambang batu bara dan truk molen,( semen) agar tidak tidak menggunakan bahan bakar jenis bio solar/ solar bersubsidi,”ujarnya.
Berkaca dari penyampaian Apul Sihombing SH, MH, yang mempertanyakan tentang ada tidaknya hukum atau peraturan yang melarang pihaknya (SPBU) menjual ke pihak industri, menimbulkan pertanyaan, “apakah Apul Sihombing SH.MH tidak tahu hukum atau pura-pura tidak tahu hukum.
Atau adakah kepentingan lain yang menggiurkan. Sebabnya, selisih harga minyak solar bersubsidi dengan non subsidi lumayan juga itu. untuk solar bersubsidi Rp.5100. sementara untuk minyak non subsidi Rp.9700. Nah, kan ada selisih harga sekitar Rp 4.600,” urainya.
Hendri Siregar,SH yang juga dikenal dekat dengan banyak wartawan ini menambahkan, “Dipangkalan kerinci ini, truk pengangkut kayu industri, katakanlah 200 unit.
Jika satu unit kendaraan mengkonsumsi solar bersubsidi pemerintah perharinya dua ratus liter solar. Maka dari selisih harga tersebut, Rp.4600×200 liter= Rp.920.000.
Nah, kalau dikalikan dengan 200 unit, maka Rp.920.000×200 Unit truk= Rp.184.000.000/hari yang menjadi tanggungan beban pemerintah”, ungkap pria yang juga seorang pengacara ini.
Penelusuran wartawan detektif swasta, dari info publik MC provinsi Riau, tertanggal 23 Januari 2020 dalam beritanya. Dengan judul SPBU di Riau diminta tak jual BBM bersubsidi untuk kendaraan plat merah.
Dalam pernyataan wakil gubernur Riau ( wagubri) Edy Nasution saat sosialisasi, mengingatkan kepada seluruh pemilik stasiun bahan bakar umum (SPBU) agar tidak menjual bahan bakar minyak ( BBM) bersubsidi untuk kendaraan plat merah.
” Pemilik SPBU harus tegas agar tidak menjual BBM bersubsidi untuk kendaraan plat merah. Jangan hanya mencari keuntungan saja. Juga jangan takut, kalau tak menjual BBM bersubsidi untuk plat merah” kata Edy Nasution, Kamis (23/01/2020).
Selain kendaraan plat merah, sesuai surat edaran tersebut, kendaraan industri, pengangkutan hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan, diantaranya mobil tangki CPO, angkutan kayu tanaman industri ( balak kayu), angkutan tambang batu bara dan truk molen (semen) juga dilarang. Menurut Edy Nasution ( wagubri), aturannya sudah jelas.
(Tim)