JPPOS.ID, JAKARTA | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi H. Firli Bahuri angkat suara terkait pemberitaan tentang hasil audit BPK atas kinerja pencegahan KPK yang tengah beredar.
Dalam media statement yang diterima redaksi, minggu 11 Juli 2021 sore, ketua KPK H. Firli menyampaikan beberapa hal, bahwa ;
Pertama, audit yang dimaksud adalah pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas audit kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester 2 tahun 2020 untuk unit kerja Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).
Kedua, Atas inisiatif KPK, cakupan audit kinerja diminta untuk diperluas mencakup Kedeputian Pencegahan. KPK ingin mendapatkan penilaian yang objektif dari pihak lain tentang kinerja fungsi pencegahan yang dilakukan oleh Direktorat LHKPN, Gratifikasi, Litbang, Dikyanmas, dan Korsupgah.
Ketiga, BPK menyetujui namun hanya unit kerja Korsupgah yang akan diaudit kinerja, karena keterbatasan sumber daya BPK. Direktorat Dikyanmas dan Korsupgah pada tahun 2020, masih berada di bawah Kedeputian Pencegahan.
Keempat, Hasil audit kinerja yang disampaikan untuk ditindaklanjuti antara lain terkait dengan Peraturan Komisi (Perkom) No. 7 tahun 2020.
Adapun, rekomendasi BPK untuk perbaikan Perkom antara lain:
a) Perkom menyebutkan tugas dan fungsi Direktorat Labuksi membuat aplikasi terkait pengelolaan aset, barang bukti dan eksekusi. Ini merupakan tugas pada Direktorat Pengelolaan Data dan Informasi atau sekarang bernama Direktorat Manajemen Informasi
b) Perkom tidak menyebutkan secara eksplisit fungsi pencegahan pada Kedeputian Korsup. Sehingga, dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan tugas Korsupgah tidak efektif
Kelima, KPK menghormati hasil audit BPK dan telah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. Tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan Perkom 7 tahun 2020 saat ini sedang berjalan, sebagaimana telah diputuskan dalam rapat evaluasi atas audit kinerja pada April 2021.
Keenam, Rekomendasi lain tentang Korsupgah, yaitu BPK menilai bahwa Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah untuk mengukur kemajuan pembangunan tata kelola pemerintahan daerah untuk pencegaham korupsi dalam 8 (delapan) elemen, sangat efektif dan strategis.
Bahkan direkomendasikan untuk memperkuat regulasi terkait MCP dalam bentuk Perpres atau aturan lainnya, sehingga kemudian dapat dikelola bersama-sama dengan kementerian/lembaga dan instansi lainnya.
Ketujuh, Rekomendasi berikut diberikan terkait dengan kelemahan MCP berdasarkan pengamatan BPK di lapangan. Perbaikan MCP direkomendasikan berupa (a) penguatan dukungan sarana dan prasarana di pemda, (b) revisi indikator penilaian agar lebih tajam dan realistis dan pelibatan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, serta (c) penerapan pedoman monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemda.
Kedelapan, atas rekomendasi tersebut, KPK telah menindaklanjutinya, yaitu dengan:
a) Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Deputi Korsup dengan Deputi Bidang Akuntan Negara dan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP. Antara lain untuk pengelolaan MCP melalui perwakilan BPKP di 34 provinsi.
b) Saat ini KPK sedang memproses pengelolaan 8 elemen MCP bersama 6 (enam) unit eselon 1 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 2 (dua) unit eselon 1 BPKP dan 34 Kantor Perwakilan BPKP.
Kesembilan, Permintaan KPK agar BPK mengaudit pencegahan yang dilakukan oleh KPK juga didasarkan pada tujuan untuk terus meningkatkan kinerja di bidang pencegahan. Sehingga, menurut kami kurang tepat jika menyimpulkan efektifitas upaya pencegahan KPK hanya dengan sampel dari unit Korsupgah.
Kesepuluh, Sesuai amanah UU, KPK akan terus mengintensifkan pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi, dan monitoring baik di tingkat pusat maupun daerah dengan melibatkan segenap mitra pemangku kepentingan. Tutup.