APH di Minta Tindak Tegas Aktivitas Pertambangan Ilegal Yang Terorganisir di Kabupaten Sintang

JPPOS.ID Sintang, Kalbar – Perhatian khusus Pemerintah terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian PETI, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

Ketua Litbang (Penelitian dan Pengembangan) dari YLBH GAN-LMRRI (Bambang Iswanto, A.Md) mengatakan kerusakan lingkungan yang di sebabkan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, Selain keterbatasan lapangan kerja, maraknya tambang ilegal / PETI juga disebabkan oleh desakan ekonomi.

Pertambangan tanpa izin ini tidak memerlukan syarat pendidikan, artinya siapa saja yang mau bisa bekerja bermodalkan tenaga,” ujar Bambang.

Banyak pelaku pertambangan tanpa izin yang tergiur hasil yang instan, karena dalam pengerjaannya yang mudah dan cepat dalam mendapatkan uang atau penghasilan secara instan seperti yang terjadi di sepanjang daerah aliran sungai Kapuas maupun sungai Melawi Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.

Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan, landasan hukum pertambangan tanpa izin ini tertuang dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2020 perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Di Pertambangan mineral dan batu bara mengenai pertambangan ilegal atau PETI dicantumkan di pasal 158 sampai 162. Tetapi kegiatan pertambangan ilegal atau PETI dijelaskan dalam pasal 158, 160, dan 161 dimana memang kegiatan pertambangan tanpa izin atau PETI masuk kategori tindak pidana,” ujar Bambang.

Adapun isi Pasal 158 yaitu setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Pasal 160 berbunyi, “Setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara.”

Pasal 161, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batubara yang tidak berasal dari pemenang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 3 huruf c dan huruf g, pasal 104, atau pasal 105 dipidana dengan pidana penjara.”

Dia menegaskan tidak ada lagi dasar hukum yang lain selain yang tercantum dalam Undang-undang, seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri tidak diatur mengenai Pertambangan tanpa izin,” tegas Bambang.

Kalau saya pahami dalam melaksanakan penghentian, penuntasan oleh Kementerian ESDM, amunisi regulasinya sangat kurang. Banyak pertanyaan ke Kementerian ESDM bagaimana upaya Kementerian ESDM memberantas, menghentikan, memproses pertambangan tanpa izin atau (PETI),” ungkapnya.

Jika dibandingkan landasan hukum dengan sektor kehutanan, dan kelautan. Di kehutanan ada UU 18 tahun 2013 yang mengamanatkan untuk menjaga hutan dari kerusakan, sehingga Kementerian Kehutanan memiliki perangkat untuk mengamankan hutan. Begitupun di kelautan, dalam UU nya ada amanat kepada Menteri untuk mengamankan laut.

“Memang ini bukan UU kewilayahan tapi UU untuk pengelolaan atau UU untuk mengusahakan mineral dan batubara,” jelasnya.

Semakin maraknya kegiatan ilegal tersebut yang merusak alam serta ekosistem biota air dan terorganisasi oleh sejumlah orang yang memang memiliki kepentingan agar kegiatan ilegal tersebut berlangsung mulus dan lancar di Kabupaten Sintang ini,” ujar Bambang.

Kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang telah terorganisir dan diduga di pimpin oleh salah seorang ketua bernama Asmidi didalam kepengurusan tersebut dan diduga kuat tidak sah secara hukum dan terdaftar di Kesbangpol.

Ketua Litbang YLBH GAN-LMRRI Kalimantan Barat meminta kepada APH (aparat penegak hukum) untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap Asmidi yang diduga kuat sebagai promotor kegiatan ilegal dan sengaja melanggar hukum tersebut,” tutupnya. (Ty/Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *