Oleh : Andi Maulana (Satgas GN-PK/Konsultan Bidang Tata Pemerintahan dan Kebijakan Publik RI)
JPPOS.ID || Semarang – 13/5/2021
Setidaknya ada tiga pelanggaran yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menonaktifkan 75 pegawai yang dianggap tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Dalam hal ini apakah keputusan dan langkah yang diambil seperti itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019.
Dalam hal ini sesuai dengan Keputusan itu telah memerintahkan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai KPK tidak boleh merugikan pegawai KPK dalam hal apa pun.
Kemudian apakah suatu Ketentuan yang tertuang Peraturan Komisioner (Perkom) KPK itu juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) KPK yang baru, yaitu UU No. 19 Tahun 2019, yang membahas alih status pegawai KPK. Dalam hal ini pula tidak sesuai dengan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi landasan alih status itu serta tidak sesuai dengan PP no 41 tahun 2020 tentang alih status pegawai KPK.
Hal yang mendasar adalah merupakan prosedur dan tata cara itu seharusnya mengacu kepada kepangkatan pegawai KPK diganti menjadi ASN saja. Akan tetapi oleh Perkom KPK diatur bahwa harus ada syarat yaitu tes wawasan kebangsaan yang tidak ada di dalam tiga peraturan yang lebih tinggi itu. Jadi ini ada suatu tafsir dan adanya alternatif serta otorotas sendiri yang diambil oleh pimpinan KPK untuk kemudian menonaktifkan 75 orang tersebut.
Banyak hal yang dinilai bahwa penonaktifan 75 pegawai KPK malah nantinya membuat misi pemberantasan korupsi terancam dan tidak maksimal, seharusnya keputusan untuk melakukan penonaktifan 75 pegawai KPK ini direnungkan baik-baik dalam upaya pemberantasan korupsi. “Kalau kemudian para koruptor bersatu maka barisan anti korupsi akan buyar,”
Karena itu, banyak yang mendukung penuh rencana ke 75 pegawai KPK untuk menggugat keputusan pimpinan KPK tersebut. Karena terkait sejumlah pelanggaran hukum administrasi, mereka dapat menempuh perlawanan hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pimpinan KPK sebelumnya sudah memberikan penjelasan soal polemik terkait hasil tes alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Pimpinan KPK pada awalnya menyayangkan isu seputar tes ASN tersebut. Dia mengatakan ada pihak yang mengaku memiliki info dan membocorkan hasil tes tanpa menunggu pengumuman resmi.
Muncul adanya berita bahwa ada pihak-pihak yang telah mengambil suatu sikap dan telah menjadikan korban pihak yang mengaku memiliki informasi dan telah membocorkan informasi tanpa menunggu pengumuman resmi dari lembaga KPK.
Pimpinan KPK kemudian menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah memprioritaskan pegawai KPK menjadi ASN. Menurutnya, banyak tenaga honorer yang belum diangkat sebagai ASN.
Dalam Lembaga KPK juga banyak sekali tenaga pegawai honorer yang belum diangkat menjadi ASN, KPK diberi kesempatan untuk beralih menjadi ASN.
Pelaksanaan Tes untuk alih status menjadi ASN adalah amanat undang-undang dan tak ada niat mengusir insan KPK lewat tes tersebut menurut Pimpinan KPK.
Selanjutnya tentu kami segenap insan KPK ingin menegaskan pada kesempatannya bahwa tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Bahwa sesuai penuturan 75 pegawai tersebut juga menyatakan untuk selalu sama-sama berjuang dalam memberantas korupsi, dan bersama-sama lembaga lainnya sebagai penegak undang-undang.
bahwa hal yang terjadi dan ada penegasan terkait Keputusan di KPK diambil secara kolektif dan tak ada keputusan yang bersifat pribadi seperti yang disampaikan Pimpinan KPK.
Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga seluruh keputusan yang diambil adalah bulat dan kita bertanggung jawab secara bersama-sama dalam upaya penegakan undang-undang di Indonesia.
(Editor : Mury)