Jppos.id || Jakarta – Permasalahan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan lahan plasma,oleh PT. Merbau Jaya Indah Raya di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), kepada Masyarakat Pemilik Plasma sejak tahun 2016 hingga saat ini,yang dikelola oleh seorang oknum dengan mengatasnamakan Koperasi Sawit Mandiri kembali di tuntut lagi oleh Tim Kuasa Hukum Masyarakat pemilik lahan plasma dari Kantor Advokat Yunasril Yuzar Mandahiliang,yang berkantor di Jakarta Eightyeight@Casablanca office tower lantai 12 Jalan Kasablangka Tebet Jakarta Selatan,Minggu,(30/04/2023).
Salah satu Warga Masyarakat pemilik lahan plasma mengungkapkan seperti yang di sampaikan dari Tim Kuasa Hukum Yunasril Yuzar Mandahiliang melalui pesan Whats App menjelaskan.
“Kami dari masyarakat pemilik plasma meminta kejelasan terkait legalitas kepengurusan koperasi tersebut, jangan melakukan pemungutan data dan pembuatan rekening tanpa persetujuan dari pemilik plasma,” ucap petani plasma pemilik lahan sawit tersebut.
Diduga sejak pembebasan lahan yang telah dilakukan oleh PT. Merbaujaya pada tahun 2008 silam ternyata tidak ada kejelasan pembayarannya hingga sekarang seperti di sampaikan oleh Advokat Konawe Muharno, SH salah satu tim Kuasa Hukum yang juga menjelaskan pesan singkat tersebut.
“Kami meminta kepada Pemerintah khususnya Bupati Konawe Selatan untuk segera memanggil pimpinan PT. Merbau Jaya guna memberikan penjelasan terkait pengelolaan plasma tersebut serta kejelasan untuk pembayaran plasma,” ujarnya.
Selain itu, Advokat Muharno juga mempertanyakan tentang Berita Acara jual beli lahan yang sampai saat ini belum juga diberikan oleh pihak perusahaan perkebunan sawit itu, padahal pihak perusahaan telah menjanjikannya sejak dilakukan pembebasan lahan.
“Yang lebih mencengangkan “ada” beberapa oknum entah dari mana asal tanahnya memiliki plasma yang sangat luas.” bebernya.
Ditambahkan Advokat Senior Yunasril Yuzar, SH,dalam statmennya mengatakan.
“Kami akan meminta pertanggung jawaban Kementrian Pertanian, Kementrian Dalan Negeri,dan Kementrian Keuangan.” katanya.
“Mereka harus bertanggung jawab, Gubernur maupun Bupati selaku pembina dan pelindung masyarakat,Bahwa perjanjian antara PT. Merbau Jaya Indah Raya dengan Koperasi Serba Usaha Sawit Mandiri, Bupati sebagai Pembina tidak ada upaya penyelamatan terhadap warga yang lahannya dikuasai oleh Perusahaan Merbaujaya dan jajaran Kemenkeu harus proaktif, periksa dan selidiki, diduga Dirjen Pajak di Kendari Sultra tidak ada tindakan menyelamatkan Keuangan Negara ketika Koperasi Serba Usaha Sawit Mandiri tidak melakukan pembayaran seperti tahunan,sejak tahun 2016 sampai sekarang ada kerugian negara yang terjadi.” bebernya.
Advokat Yunasril Yuzar yang asli dari Cirebon Jawa Barat berdarah Minang tersebut menjelaskan.
“Undang Undang Korupsi menyatakan, cukup berpotensi menimbulkan kerugian negara maka sudah masuk dan terpenuhi unsur tindak pidana korupsi, pelaku yang notabene Badan Hukum Koperasi sampai tidak membayar pajak, apakah karena tidak ada pembayaran dari PT.Merbaujaya, jelas ini persoalan hukum yang harus diselidiki, khususnya Dinas Perpajakan di Daerah” ujar Advokat Senior tersebut.
“Pastinya kami akan siapkan surat ke Kementerian Pertanian, tembusan ke Instansi terkait, menanyakan tanggungjawabnya dalam hal pengawasan dan pembinaan, dengan ijin yang diberikan ke pelaku usaha perkebunan PT.Merbaujaya Indahraya sehingga meraup keuntungan milyar bahkan bisa mencapai triliun, sementara masyarakat pemilik lahan plasma tidak mendapatkan haknya sebagai keuntungan kerjasama, berapa ton kelapa sawit yang dipanen.Ini harus ada kejelasan, masyarakat harus mendapatkan perlindungan, kejelasan ini terkait berapa besar pajak pada negara, ini harus mendapat perhatian semua pihak terutama Instansi Pemerintah.”jelasnya.
Yunasril Yuzar,SH Sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum dari Masyarakat pemilik plasma tersebut yg tergabung dalam Koperasi Produsen Sawit Mandiri mengatakan.
“Bila perlu lakukan audit terhadap PT.Merbaujaya,Jangan biarkan pelaku usaha perkebunan sawit bertindak sewenang wenang,semua akan saya tuangkan dalam surat, BIN, Ombudsman, KPK, Menkopolhukam, dan Ombudsman akan saya tembuskan,agar ada tindakan nyata,bila perlu cabut ijin usahanya bila merugikan rakyat dan negara.” tegasnya.
“Perusahaan Perkebunan yang mendapat ijin untuk Budidaya wajib membangun kebun Masyarakat (plasma) seluas 20 persen dari luas lahan. Jika selama tiga tahun tidak melaksanakannya akan dicabut perijinannya,demikian aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian. PP yang terdiri atas 237 Pasal ini merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UCK) yang ditetapkan Presiden Joko Widodo tertanggal 2 Februari 2021di PP 26/2021 mewajibkan Perusahaan Perkebunan untuk menyampaikan laporan fasilitas pembangunan kebun masyarakat sekitar minimal satu tahun sekali kepada penerbit Perijinan Berusaha sesuai kewenangannya.” jelasnya.
Seperti yang di kutip dari cnbcindonesia.com.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan mendapat tugas baru dari Presiden Joko Widodo untuk mengurusi permasalahan industri sawit dan minyak goreng.
Langkah awal yang akan diambil adalah melakukan audit besar-besaran terhadap industri sawit.
“Nanti kita audit semua (perusahaan) kelapa sawit yang belum pernah sepanjang sejarah kita lakukan,” kata Luhut kepada wartawan seusai acara Gernas BBI di Jakarta Convention Center, Selasa (24/5/2022).
Audit akan dilakukan pada awal Juni meliputi luas lahan, hak guna usaha, produksi hingga kantor pusat. Luhut pun menegaskan kantor pusat perusahaan kelapa sawit harus berada di Indonesia.