jppos.id, Tangerang – Dalam mendukung tercapainya target global ending AIDS tahun 2030, Kemenkes RI melakukan akselerasi dengan menerbitkan kebijakan terbaru yakni Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 23 Tahun 2022 tentang Penanggulangan HIV, AIDS dan IMS.
Terbitnya peraturan ini otomatis beberapa peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku, antara lain: Permenkes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, Permenkes No. 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Permenkes No. 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Pemeriksaan HIV, Permenkes No. 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan ARV, Permenkes No. 15 Tahun 2015 tentang Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik Sepanjang Mengatur Mengenai Pemeriksaan Laboratorium HIV dan Permenkes No. 55 Tahun 2015 tentang Pengurangan Dampak Buruk pada Pengguna Napza Suntik.
Dalam peraturan terbaru tersebut terdapat pengembangan strategi dalam meningkatkan temuan kasus baru HIV melalui skrining HIV berbasis komunitas atau Community Based Screening (CBS) yakni Skrining HIV Mandiri melalui cairan air liur atau disebut oral fluid test (OFT) HIV CBS merupakan skema awal yang bisa dilalui oleh kelompok beresiko untuk mengetahui status HIV.
Meskipun CBS bertujuan untuk mengetahui status HIV, namun tetap harus dilakukan tes konfirmasi diagnose dengan melakukan tes HIV di layanan Kesehatan. Skema ini diprioritaskan bagi kelompok beresiko yang kesulitan mengakses layanan Kesehatan karena terkendala factor jarak, keterbatasan waktu, biaya tranportasi dan psikososial. Tatalaksana CBS dilakukan dengan prosedur tertentu yang dipandu oleh penjangkau atau pendamping yang terlatih sehingga pelaksanaan CBS tetap terpantau dan terjamin akurasi serta kualitasnya.
Prosedur CBS dilakukan secara langsung di dampingi oleh penjangkau atau pendamping, bisa juga secara mandiri (sendiri) dengan pengawasan online (video call), puasa selama 30 menit dan pengambilan cairan air liur dengan usapan di gusi atas atau bawah.
Strategi CBS ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam membongkar fenomena gunung es kasus HIV di Indonesia.
Selain itu dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, Pemerintah terus berupaya mendorong deteksi dini “testing HIV” terhadap kelompok beresiko, ibu hamil dan warga binaan pemasyarakatan bisa tetap dilakukan sesuai dengan standar.
Menurut Kemenkes RI kasus HIV per juni 2022 telah ditemukan sebanyak 519.158 orang. Sedangkan komitmen yang dicanangkan oleh pemerintah bersama negara-negara lain ditingkat global minimal 95% dari perkiraan orang dengan HIV akan mengetahui status HIVnya pada 2030. Namun saat ini Indonesia belum mencapai target tersebut, sehingga CBS dilakukan sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan temuan kasus baru HIV.
Penanganan HIV hingga saat ini masih bergelut dengan isu yang sejak awal kasus HIV ditemukan yaitu stigma dan diskriminasi. Dimana perkembangan teknologi (baca: pengobatan) pada HIV telah mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Dimana perawatan yang teratur dapat mencegah penularan HIV. Sehingga upaya meningkat testing menjadi sangat penting untuk dapat mendorong seseorang yang terinfeksi HIV segera masuk dalam pengobatan. Dengan harapan resiko penularan dapat ditekan. masih adanya isu moral, stigma dan diskriminasi membuat banyak orang takut untuk melakukan testing. Karena takut mendapatkan stigma dan diskriminasi baik dari orang terdekat (keluarga), lingkungan pekerjaan maupun dari masyarakat.
Sebagai bentuk komitmen Jaringan Indonesia Positif (JIP) dan telah menjadi mandat organisasi untuk terus mendorong layanan kesehatan yang berkualitas bagi orang dengan HIV. Maka JIP berupaya agar skema CBS ini dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan juga dapat memaksimalkan upaya penanggulangan HIV di Indonesia. sehingga skema ini betul-betul dapat dimanfaatkan oleh komunitas yang beresiko termasuk juga oleh masyarakat. Walaupun masyarakat luas belum menjadi prioritas utama sebagai sasaran dalam pelaksanaan skema CBS ini.
“Kami dengan dukungan dari USAID melalui kegiatan Advocate for Health terus mendorong agar upaya penerapan skema CBS ini dapat diimplementasikan secara maksimal. Baik pendekatan ke komunitas, organisasi pelaksana CBS, penyedia layanan kesehatan termasuk dengan pemerintah selaku pemegang kebijakan dalam hal ini Dinas Kesehatan” kata Hadi selaku advocacy specialist di Sekretariat Nasional JIP, kegiatan bertempat di Hotel Soll Marina, Tangerang, Kamis (16/03/23).
Pelaksanaan skema CBS ini melibatkan lintas sektor terkait dari organisasi yang menyebarkan alat tes dan juga layanan kesehatan yang akan menerima tes konfirmasi (lanjutan).
“Kami terus membangun koordinasi dengan sektor terkait, untuk dapat memastikan ini dilakukan sesuai prosedur, kepastian logistik dan juga kesiapan komunitas. Dalam hal ini kami tidak bekerja sendiri, kami bekerjasama dengan organisasi komunitas, organisasi pelaksana dan juga dengan penyedia layanan” tambah Hadi.
Ridwan.