Masyarakat Pesisir Pantai Tanjung Mempawah Darurat Gelombang Pasang

JPPOS.ID I MEMPAWAH, KALBAR – Penanganan gelombang pasang di sepanjang pesisir pantai tanjung burung bersifat kedaruratan. Kondisi ini belum memberikan rasa aman bagi masyarakat dari ancaman gelombang pasang.

Puluhan rumah warga yang berada disepanjang pinggiran pantai di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Kalbar tiap tahun terancam banjir air laut akibat ancaman abrasi pantai. Dimana sebelumnya telah ada beberapa unit rumah warga yang telah rusak dan tidak bisa ditempati lagi akibat abrasi pantai dikarenakan rusaknya tanggul.

Azwandi Tokoh masyarakat kepada jppos.id Senin 30 Maret 2023 mengungkapkan, setiap tahunnya selalu terjadi gelombang tinggi yang menyebabkan abrasi pantai dan pemukiman warga yang berada sepanjang pinggiran pantai menjadi terancam. Abrasi terparah pernah terjadi pada tahun 2020, 2021 dan 2022 lalu beberapa unit rumah warga rusak dan pinggiran pantai semakin terkikis oleh air laut, namun hingga kini belum ada antisipasinya agar bencana serupa tidak terjadi lagi.

Menurutnya, panjang pinggiran pantai yang berada di Kelurahan Tanjung Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah yang air pasang ombaknya cukup tinggi. Bahkan pada waktu tertentu air laut akan sampai pada pemukiman warga dan menenggelamkan beberapa Tempat Pemakaman Umum (TPU). “Kondisi ombak tinggi dan air lautnya tenggelamkan ke tempat pemakaman muslim serta rumah warga sering terjadi banjir, bahkan beberapa unit rumah warga telah rusak parah dan tidak bisa ditempati lagi,” terangnya

Ditambahkannya, bahkan sebelum abrasi tinggi pernah adanya lahan persawahan yang sekarang hilang ratusan hektar, perkiraan setiap tahun terkikis 25 hingga 20 meter, pilihan warga untuk tetap tinggal di pinggir pantai tidak menutup kemungkinan akan menjadi persoalan sosial setiap tahunnya. Masyarakat sangat berharap sekali penanggulangan bisa dilakukan sebelum kerusakan yang lebih parah terjadi, sebagian besar pemukiman warga berjarak sekitar 150 meter juga terkena dampak air pasang dari hempasan air pinggir pantai. Azwandi juga berharap adanya perhatian dari pemerintah.

“Dahulunya cerita orang tua – tua kami pada tahun 1965 disini ada area persawahan warga yang hilang ratusan hektar disebabkan terkikis abrasi naik setiap tahun, kita sangat berharap sekali dibangunkannya pemecah ombak sepanjang pinggiran pantai Kelurahan Tanjung ini agar hempasan ombak dan banjir air laut tidak lagi mengancam pemukiman warga, sehingga ketika ombak tinggi warga merasa aman karena hempasannya tidak lagi sampai ke pemukiman mereka,” ujarnya.

Dijelaskannya jumlah penduduk Kelurahan Tanjung sekitar 800 jiwa atau 350 Kepala Keluarga yang rata – rata mata pencarian masyarakatnya adalah nelayan dan sebagian besar masih hidup prasejahtera.

Salah seorang nelayan Apat (40) mengaku sangat cemas ketika ombak sangat tinggi dan aliran air laut telah sampai kerumahnya. Namun dia tetap bertahan dirumah tersebut karena tidak ada lagi pilihan. Ketika ombak tinggi dia sementara waktu pindah dahulu kerumah warga lainnya dan ketika situasi ombak sudah normal maka dia akan kembali kerumahnya lagi.

“Rasa takut memang menyelimuti didalam hati namun untuk pindah ke lokasi lain tidak mempunyai pilihan karena tidak ada tanah dan biaya untuk membangun rumah baru,” ungkapnya. (Tyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *